Sebanyak 156 negara bergabung dalam skema global distribusi vaksin COVID-19 yang adil, menurut sebuah aliansi yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin, tanpa keikutsertaan China dan Amerika Serikat.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mengamankan pasokan vaksin COVID-19 masa depan melalui kontrak bilateral, menuai tuduhan sikap egois yang merugikan negara-negara miskin.
China juga tidak tercantum dalam daftar 64 negara kaya yang tergabung dalam rencana yang disebut COVAX untuk menyalurkan 2 miliar dosis vaksin di seluruh dunia pada akhir 2021. Nantinya, para tenaga medis dan orang-orang yang rentan menjadi prioritas dalam penyaluran tersebut.
Namun pejabat aliansi mengatakan dialog dilanjutkan bersama Beijing.
Skema itu akan mencakup sekitar dua pertiga dari populasi dunia, menurut WHO dan aliansi vaksin GAVI, yang merilis daftar penandatangan setelah batas waktu pendaftaran ditutup pada Jumat.
Puluhan vaksin sedang dalam proses pengujian virus corona, yang secara global telah menginfeksi sekitar 31 juta orang dan menelan hampir 1 juta korban jiwa, seperlima di antaranya tercatat di AS.
"COVAX akan memberi dunia portofolio calon vaksin terbesar dan paling beragam," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat konferensi virtual.
"Ini bukan amal, ini demi kepentingan terbaik seluruh negara. Kami tenggelam bersama atau berenang bersama ... Ini bukanlah hak untuk melakukan sesuatu, ini hal yang cerdas untuk dilakukan."
Dengan sejumlah negara kaya yang enggan terhadap COVAX, rencana tersebut telah menyoroti tantangan dalam menyalurkan vaksin secara merata di seluruh dunia.
Aliansi vaksin mengatakan mereka berharap 38 negara kaya lainnya akan bergabung dengan gagasan tersebut.
Mereka mengaku telah menerima komitmen sebesar 1,4 miliar dolar AS (sekitar Rp20,6 triliun) untuk pengembangan dan penelitian vaksin, namun membutuhkan dana tambahan 700 - 800 juta dolar AS (sekitar Rp10,3 - 11,8 triliun ) segera.
Lebih dari 150 calon vaksin COVID-19 di seluruh dunia sedang dikembangkan dan diujicobakan, dengan 38 di antaranya dalam tahap uji klinis manusia.
Sumber: Reuters
Baca juga: WHO pastikan pemulihan global bisa lebih cepat jika vaksin corona merata
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mengamankan pasokan vaksin COVID-19 masa depan melalui kontrak bilateral, menuai tuduhan sikap egois yang merugikan negara-negara miskin.
China juga tidak tercantum dalam daftar 64 negara kaya yang tergabung dalam rencana yang disebut COVAX untuk menyalurkan 2 miliar dosis vaksin di seluruh dunia pada akhir 2021. Nantinya, para tenaga medis dan orang-orang yang rentan menjadi prioritas dalam penyaluran tersebut.
Namun pejabat aliansi mengatakan dialog dilanjutkan bersama Beijing.
Skema itu akan mencakup sekitar dua pertiga dari populasi dunia, menurut WHO dan aliansi vaksin GAVI, yang merilis daftar penandatangan setelah batas waktu pendaftaran ditutup pada Jumat.
Puluhan vaksin sedang dalam proses pengujian virus corona, yang secara global telah menginfeksi sekitar 31 juta orang dan menelan hampir 1 juta korban jiwa, seperlima di antaranya tercatat di AS.
"COVAX akan memberi dunia portofolio calon vaksin terbesar dan paling beragam," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat konferensi virtual.
"Ini bukan amal, ini demi kepentingan terbaik seluruh negara. Kami tenggelam bersama atau berenang bersama ... Ini bukanlah hak untuk melakukan sesuatu, ini hal yang cerdas untuk dilakukan."
Dengan sejumlah negara kaya yang enggan terhadap COVAX, rencana tersebut telah menyoroti tantangan dalam menyalurkan vaksin secara merata di seluruh dunia.
Aliansi vaksin mengatakan mereka berharap 38 negara kaya lainnya akan bergabung dengan gagasan tersebut.
Mereka mengaku telah menerima komitmen sebesar 1,4 miliar dolar AS (sekitar Rp20,6 triliun) untuk pengembangan dan penelitian vaksin, namun membutuhkan dana tambahan 700 - 800 juta dolar AS (sekitar Rp10,3 - 11,8 triliun ) segera.
Lebih dari 150 calon vaksin COVID-19 di seluruh dunia sedang dikembangkan dan diujicobakan, dengan 38 di antaranya dalam tahap uji klinis manusia.
Sumber: Reuters
Baca juga: WHO pastikan pemulihan global bisa lebih cepat jika vaksin corona merata
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020