Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Universitas Oxford, Inggris, dengan lisensi AstraZeneca menunjukkan hasil yang menjanjikan dengan memproduksi respons imun untuk melawan virus corona dalam uji coba pertama terhadap manusia, demikian pihak Oxford memaparkan pada Senin (20/7).
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang pemerintahannya memberikan pendanaan untuk proyek pengembangan vaksin Oxford, memuji hal tersebut sebagai "kabar yang amat positif". Walaupun, para peneliti menekankan hal ini masih hasil uji tahap awal.
"Masih banyak hal yang harus dilakukan sebelum kami dapat mengonfirmasi apakah vaksin ini dapat membantu menghadapi pandemi COVID-19. Kami masih belum tahu seberapa kuat respons imun yang diperlukan untuk secara efektif memberi perlindungan dari infeksi SARS-CoV-2," kata Sarah Gilbert, pengembang vaksin dari Universitas Oxford.
Vaksin bernama AZD1222 itu diujikan kepada 1.077 orang dewasa sehat berusia 18-55 tahun tanpa riwayat infeksi COVID-19. Data menunjukkan bahwa vaksin ini memunculkan respons antibodi dan imun sel T, serta tidak menimbulkan efek samping yang serius.
Walaupun begitu, para peneliti menyebut AZD1222 menyebabkan efek samping ringan yang lebih sering muncul daripada kelompok terkontrol, tetapi sebagian efek tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan parasetamol.
Hasil uji coba tahap awal tersebut menunjukkan respons imun yang lebih kuat pada sepuluh orang yang diberikan dosis ekstra setelah 28 hari, seperti pengujian yang sebelumnya dilakukan terhadap babi.
Gilbert juga mengatakan bahwa uji coba tahap awal pada manusia ini belum dapat menentukan apakah dosis standar atau dosis ekstra yang dibutuhkan untuk membentuk ketahanan tubuh terhadap virus penyebab COVID-19.
"Mungkin saja kami tidak membutuhkan dosis ekstra, namun kami ingin mengetahui bahwa kami dapat mencapai hal itu," ujar Gilbert.
Vaksin AZD1222 telah disebut oleh kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai kandidat utama dari sejumlah vaksin COVID-19 yang dikembangkan negara-negara di dunia.
Saat ini, sekitar 150 vaksin yang potensial tengah berada dalam tahap pengembangan yang beragam. Perusahaan farmasi asal AS, Pfizer, dan CanSino Biologics asal China, misalnya, juga melaporkan data hasil uji yang positif pada vaksin mereka masing-masing.
Sementara AstraZeneca sendiri telah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah negara-negara di dunia untuk memasok dua juta dosis vaksin setelah AZD1222 teruji efektif serta disetujui secara regulasi. Perusahaan itu menyebut tidak akan mencari untung dari vaksin dalam masa pandemi ini.
Pascal Soriot, pimpinan eksekutif AstraZeneca, menyatakan bahwa perusahaannya menjadwalkan untuk memproduksi dosis vaksin per September, namun ketersediaannya tahun ini akan bergantung pada seberapa cepat uji coba tahap akhir dilakukan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Bio Farma berharap vaksin Covid Sinovac mulai diproduksi kuartal I 2021
Baca juga: 2.400 vaksin COVID dari Sinovac China tiba di Bio Farma untuk uji klinis
Baca juga: Bio Farma uji klinis vaksin Covid-19 dari Sinovac China
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang pemerintahannya memberikan pendanaan untuk proyek pengembangan vaksin Oxford, memuji hal tersebut sebagai "kabar yang amat positif". Walaupun, para peneliti menekankan hal ini masih hasil uji tahap awal.
"Masih banyak hal yang harus dilakukan sebelum kami dapat mengonfirmasi apakah vaksin ini dapat membantu menghadapi pandemi COVID-19. Kami masih belum tahu seberapa kuat respons imun yang diperlukan untuk secara efektif memberi perlindungan dari infeksi SARS-CoV-2," kata Sarah Gilbert, pengembang vaksin dari Universitas Oxford.
Vaksin bernama AZD1222 itu diujikan kepada 1.077 orang dewasa sehat berusia 18-55 tahun tanpa riwayat infeksi COVID-19. Data menunjukkan bahwa vaksin ini memunculkan respons antibodi dan imun sel T, serta tidak menimbulkan efek samping yang serius.
Walaupun begitu, para peneliti menyebut AZD1222 menyebabkan efek samping ringan yang lebih sering muncul daripada kelompok terkontrol, tetapi sebagian efek tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan parasetamol.
Hasil uji coba tahap awal tersebut menunjukkan respons imun yang lebih kuat pada sepuluh orang yang diberikan dosis ekstra setelah 28 hari, seperti pengujian yang sebelumnya dilakukan terhadap babi.
Gilbert juga mengatakan bahwa uji coba tahap awal pada manusia ini belum dapat menentukan apakah dosis standar atau dosis ekstra yang dibutuhkan untuk membentuk ketahanan tubuh terhadap virus penyebab COVID-19.
"Mungkin saja kami tidak membutuhkan dosis ekstra, namun kami ingin mengetahui bahwa kami dapat mencapai hal itu," ujar Gilbert.
Vaksin AZD1222 telah disebut oleh kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai kandidat utama dari sejumlah vaksin COVID-19 yang dikembangkan negara-negara di dunia.
Saat ini, sekitar 150 vaksin yang potensial tengah berada dalam tahap pengembangan yang beragam. Perusahaan farmasi asal AS, Pfizer, dan CanSino Biologics asal China, misalnya, juga melaporkan data hasil uji yang positif pada vaksin mereka masing-masing.
Sementara AstraZeneca sendiri telah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah negara-negara di dunia untuk memasok dua juta dosis vaksin setelah AZD1222 teruji efektif serta disetujui secara regulasi. Perusahaan itu menyebut tidak akan mencari untung dari vaksin dalam masa pandemi ini.
Pascal Soriot, pimpinan eksekutif AstraZeneca, menyatakan bahwa perusahaannya menjadwalkan untuk memproduksi dosis vaksin per September, namun ketersediaannya tahun ini akan bergantung pada seberapa cepat uji coba tahap akhir dilakukan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Bio Farma berharap vaksin Covid Sinovac mulai diproduksi kuartal I 2021
Baca juga: 2.400 vaksin COVID dari Sinovac China tiba di Bio Farma untuk uji klinis
Baca juga: Bio Farma uji klinis vaksin Covid-19 dari Sinovac China
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020