Tahun 2019 menyajikan musim balapan MotoGP yang sempurna bagi Marc Marquez dan Honda di tengah resistensi dari calon-calon rival baru.

Marquez mempertahankan mahkotanya sebagai juara dunia kelas premier setelah mengunci gelar keenamnya ketika turun di seri ke-15 yaitu Thailand pada awal Oktober.

Dua pekan berselang, Marquez mempersembahkan gelar kedua bagi Honda musim itu ketika pabrikan asal Jepang itu keluar sebagai juara konstruktor dan merayakan gelar gandanya di Motegi, sirkuit di kampung halaman mereka.

Kemudian di seri pamungkas di Valencia, Marquez mengawinkan gelar ketiga bagi Honda ketika Repsol Honda meraih gelar juara tim, mengalahkan tim rival Ducati.

Meski tampil dominan, pebalap asal Spanyol itu mengungkapkan jika persaingan di kelas MotoGP semakin ketat sekarang ini, tidak seperti 2014 ketika dirinya dengan mudah memenangi 10 balapan pertama secara beruntun.

"Sekarang semuanya merata. Mustahil menjadi sangat kuat di semua balapan dan memiliki motor yang sempurna," kata Marquez seperti dikutip laman resmi MotoGP.

Tahun ini satu motor bisa lebih cepat di satu trek, sedangkan motor tim lain bisa lebih cepat di trek berikutnya. Hal yang paling penting adalah menemukan kompromi di semua trek dan mencoba berada di podium.

"Mencoba berada di podium di semua balapan memungkinkan, tapi memenangi semua balapan? sangat sulit," ungkap Marquez ketika di Assen, Juni lalu.

Misalnya ketika dirinya berjuang keras menahan gempuran dua pebalap Yamaha, Maverick Vinales dan Fabio Quartararo di Belanda dan gagal menyusul Vinales yang melintasi finis 4,858 detik lebih dahulu di depan.

Itu menjadi kekalahan ketiga Marquez di awal musim ini ketika sebelumnya finis kedua setelah Andrea Dovizioso dari Ducati di Qatar dan finis runner-up setelah motor Ducati lainnya yang dikendarai Danilo Petrucci di Mugello, Italia.

Setelah Belanda, Marquez tak tertandingi di delapan balapan dan hanya kalah dari Dovizioso di Austria, Alex Rins (Suzuki Ecstar) di Silverstone, dan Vinales di Sepang.

Selanjutnya: calon rival baru

Andrea Dovizioso dari tim Ducati yang diharapkan mampu memberi perlawanan kepada Marquez seperti di tahun sebelumnya, justru tampil kurang konsisten tahun ini meski finis runner-up di penghujung musim.

Ancaman baru bagi Marquez justru datang di seri keempat ketika tahu-tahu rookie Fabio Quartararo dari tim satelit Yamaha memecahkan rekor yang diciptakan Marquez untuk menyodok ke posisi terdepan babak kualifikasi GP Spanyol di Jerez.

Pole position pertamanya di kelas premier berujung antiklimaks setelah pebalap berusia 20 tahun asal Prancis itu gagal finis di balapan karena kerusakan girboks di lap ke-14.

Sejak itu, Quartararo yang menjadi rookie terbaik musim 2019 itu pun langganan start dari baris terdepan di 12 seri balapan selanjutnya dan menggenapi tahun ini dengan enam kali start dari pole position.

Marquez pun dibuat resah setelah terlibat duel sengit dengan Quartararo di Misano dan menyebut pebalap bernomor 20 itu memiliki potensi sebagai rival terberatnya tahun depan.

"Fabio sekarang adalah pebalap termuda di MotoGP dan bagiku dia adalah salah satu yang tercepat," kata Marquez.

"Dia memiliki kecepatan dan sangat cepat di latihan bebas dan kualifikasi. Kecepatannya, jika aku bandingkan dengan lawan-lawanku, dia adalah salah satu yang terkuat di area itu.

"Tapi dia sangat muda. Dengan pengalaman lagi dia akan sangat cepat dan konsisten serta akan bisa mengatur situasi secara berbeda.

"Bagiku, dia penantang utama di kejuaraan tahun depan," kata Marquez.

Selanjutnya: pembuktian diri Quartararo

Dengan tujuh finis podium tahun ini, Quartararo membuktikan dirinya sebagai pesaing serius di kasta tertinggi balapan roda dua itu meski sebelumnya belum pernah meraih gelar di kelas yang lebih rendah.

Rookie terbaik 2019 itu dua kali nyaris juara seri musim ini yaitu di San Marino dan Thailand jika saja Marquez tak menghadangnya di lap terakhir.

"Siapa yang menyangka jika di akhir musim ini kami meraih enam pole position dan tujuh podium. Saya rasa tak ada. Jadi saya tak bisa meminta yang lebih dari ini," kata Quartararo yang di tahun sebelumnya finis peringkat 10 di kelas Moto2 itu.

Sementara itu di garasi sebelah, tim pabrikan Yamaha tak puas dengan performa mereka di paruh awal tahun. Kedua pebalapnya, Maverick Vinales dan Valentino Rossi juga masih berkutat dengan masalah yang sama seperti tahun lalu yaitu defisit tenaga dan daya cengkeram ban.

Vinales memiliki rapor yang lebih baik dengan tujuh finis podium, termasuk dua kali juara, di Assen dan Sepang, sedangkan sang juara dunia sembilan kali itu hanya dua kali finis podium tahun ini.

Salah satu musim terburuk bagi Rossi, yang harus puas di peringkat tujuh klasemen, sementara Vinales mampu menahan ancaman dari Alex Rins dalam perebutan tempat ketiga.

Alex Rins yang tampil di musim ketiganya bersama Suzuki Ecstar memperbaiki hasil podium tahun lalu dengan dua gelar juara seri yang fantastis tahun ini dan bertarung untuk peringkat tiga teratas hingga akhir musim.

Rins menghabiskan sebagian besar musim bertarung dengan pebalap tim papan atas dan bahkan terlibat duel sengit dengan Marquez

Kemenangan pertama Rins diraih di Austin, dan kemudian yang kedua baginya di Silverstone di mana dia berpacu dengan Marquez hingga tikungan terakhir jelang finis.


Selanjutnya: musim yang sempurna

Walau tampil tidak sepenuhnya fit di tujuh dari 19 balapan musim ini karena cedera bahu yang ia alami di akhir tahun lalu dan di Buriram, Marquez mampu memenangi 12 balapan dan enam kali finis runner-up tahun ini menggunakan motor yang tak seorang pun selain dirinya yang bisa menjinakkannya.

Jorge Lorenzo misalnya mengawali musim dengan cedera pergelangan tangan dan retak tulang belakang setelah terjatuh di Barcelona dan Assen. Sementara Cal Crutchlow dari tim LCR Honda hanya mengemas tiga podium dibanding 18 milik Marquez.

Marquez juga hampir selalu tepat dalam mengambil keputusan, mencoba meloloskan diri dan menang sebisa mungkin sejak awal lomba, memecah rival-rivalnya sebisa mungkin sehingga memberinya sedikit lawan untuk dihadapi jelang finis. Seperti yang ia lakukan dengan Quartararo di Misano dan Buriram,

Juga ketika dia sadar tak secepat lawan-lawannya, seperti Vinales di Assen dan Sepang, Marquez memilih untuk mengamankan posisi kedua, daripada mengambil resiko untuk mengejar kemenangan, untuk meraup sebanyak mungkin poin bagi tim.

Sendirian Marquez menyumbang 420 dari total 458 poin bagi Repsol Honda. Sementara runner-up Andrea Dovizioso meraih 269 poin, bersama Petrucci 176 poin untuk Ducati.

"Saya tak menyangka jika ini akan menjadi musim terbaik di karir saya, tapi angka sangat lah jelas, statistik berbicara. Kami menunjukkan potensi kami tahun ini. Ini musim yang sempurna, sangat sulit untuk memperbaikinya," kata Marquez usai memenangi GP Valencia.

Rekor yang sulit untuk diperbaiki, "tak ada yang tak mungkin, tapi akan sangat sulit," kata dia.

Di musim balapan 2020, kompetisi akan lebih berat lagi dengan Yamaha yang lebih kencang dan Ducati yang lebih lincah di tikungan.

Quartararo juga akan menunggangi motor M1 spesifikasi pabrikan sejak awal musim, sementara Vinales akan menjaga momentum performa gemilangnya di akhir tahun.

Tahun depan juga menjadi spesial bagi Suzuki yang akan merayakan hari jadinya yang ke-100. Berbekal dua pebalap muda dan berpengalaman serta hasil positif tahun ini, mereka tentunya tak bisa diremehkan.

Baca juga: Marc Marquez bawakan gelar juara untuk Honda di Valencia, Lorenzo pamitan

Baca juga: Alex Marquez ditarik Honda sebagai pengganti Lorenzo untuk musim 2020

 

Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019