Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Laksana Tri Handoko mengatakan pemindahan ibu kota pemerintahan terpisah dengan pusat bisnis merupakan opsi rasional.

“Menurut saya itu opsi rasional, memecah fokus ibu kota bisnis dan pemerintahan. Tapi apakah itu harus di Kalimantan, Lombok, Banten, Sentul barangkali, itu masalah berikutnya. Itu rasional terlepas dari preferensi politik,” kata Handoko menjawab Antara di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, memindahkan ibu kota pemerintahan itu satu opsi yang bagus. Dan sebagai orang modern tentu tidak boleh menutup opsi itu.
 

Selama belum ada hitam di atas putih pemindahan ibu kota pemerintahan bisa dipertimbangkan dan dicoba, agar bisa fleksibel.

"Kalau menutup opsi kan enggak fleksibel jadinya. 'Wis pokok e iki' (sudah pokoknya ini), ya kan repot. Orang modern harus fleksibel menyesuaikan diri dengan perubahan," tutur dia.

Pemindahan ibu kota pemerintahan, menurut dia, sebuah dinamika. Dan memang kebutuhan dan tuntutan eksternal lingkungan yang memaksa memilih salah satu opsi tersebut.
 

“Mau tidak mau. Jadi terlepas akan berhasil atau tidak nantinya, toh belum ada juga yang melakukan itu. Kalau sekarang kita mau melakukan itu ya kenapa tidak, kan ya enggak apa-apa. Kalau berhasil, kan bagus,” ujar Handoko.

Ia mengatakan jika pemindahan tersebut sudah menjadi opsi tinggal bagaimana membuat pilihan lokasi terbaik. Dan mengisinya, karena konten itu penting, dan mengeksekusinya supaya sukses.

“Apapun pilihannya apakah mau di Kalimantan, tetap Jakarta, di Banten, ya tidak apa-apa. Kalau scientist harus fleksibel pemikirannya,” lanjutnya.

Baca juga: Biaya pemindahan ibukota dari APBN diperkirakan Rp30,6 triiliun

Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Negara RI masuk RPJMN 2020-2024

Pewarta: Virna P Setyorini

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019