Yogyakarta (ANTARA) - Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok KH. Imron Rosyadi Hamid mendorong kalangan generasi muda khususnya santri di Indonesia memanfaatkan peluang studi ke jenjang lebih tinggi di negara Tirai Bambu.

Hal itu disampaikan Imron Rosyadi dalam acara "Bedah Buku Islam: Indonesia dan China, Pergumulan Santri Indonesia di Tiongkok" dan "Coaching Clinic Beasiswa: Chinese Government Scholarship" di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Rabu.

"Masa depan dunia ada di China dan itu jadi alasan saya saat itu untuk melanjutkan S3 saya sampai sekarang," kata Imron yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Islahiyah Singosari, Malang, Jawa Timur ini.

Baca juga: Meski sakit, mahasiswi asal Nunukan mampu selesaikan studi di China

Menurut kandidat PhD Hubungan Internasional di Jilin Unversity Tiongkok ini, saat ini China telah menjadi pemimpin dalam percaturan ekonomi dunia. Pada 2014, pertumbuhan ekonomi di negara itu bahkan lebih tinggi dibanding Amerika Serikat (AS) dan negara lainnya.

Ia memperkirakan lima hingga sepuluh tahun ke depan, akan banyak perusahaan yang mencari lulusan dari China seiring terus tumbuhnya investasi negara itu di Indonesia.

Dengan alasan itu, menurut Imron, melanjutkan studi ke China telah menjadi tuntutan bagi para santri di Indonesia. Apalagi, Kedutaan Besar China untuk Indonesia bersama PBNU juga telah menyediakan banyak beasiswa bagi putra-putri Indonesia untuk berkuliah ke negara itu.

Baca juga: Perangkat desa studi banding manajemen perikanan di China

Narasi keliru tentang China, Imron menyayangkan selama ini banyak hoaks yang terbangun dan terus bergulir di tengah masyarakat Indonesia tentang China. Negara itu dianggap tidak bersahabat dengan kalangan Muslim mulai dari isu pelarangan tempat-tempat ibadah hingga peniadaan restoran halal.

Faktanya, lanjut dia, negara itu menjamin kebebasan beragama, masjid serta restoran halal juga mudah didapatkan di negara itu. Bahkan, sebagai penghormatan terhadap warga Muslim, negara yang secara resmi berhaluan komunis itu juga tengah membangun "Hui Culture Park" yang akan menjadi kota Islam terbesar di dunia.

"Sangat mudah mendapatkan masakan halal dan masjid. Kami juga sempat menggelar lomba takbiran di lingkungan komunis dan tidak ada masalah," kata dia.

Baca juga: Mabes Polri-Ormas Islam studi banding ke Xinjiang-Beijing

Menurut Imron, narasi keliru tentang China terus berkembang karena masyarakat di Tanah Air masih melihat negara itu seperti saat masih berada di bawah kekuasaan Mau Che Tung melalui Revolusi Kebudayaannya.

Padahal kondisi itu telah berubah setelah negara itu beralih di bawah tampuk kepemimpinan Deng Xiaoping. Melalui kebijakan reformasi ekonomi dan "open door policy" yang diterapkan, negara itu mulai terbuka dengan dunia luar salah satunya dengan merangkul seluruh etnik dan umat beragama termasuk komunitas Muslim untuk hidup berdampingan di negara itu.

"Pembangunan rumah-rumah ibadah juga tumbuh signifikan. Sayangnya masih banyak yang memandang China dengan kaca mata sebelum Deng Xiaoping," kata dia.

Baca juga: Pendamping desa asal Nias ikut studi banding ke China

Mahasiswa Program Magister di Southwest University Chongqing, Minhajul Abidin mengaku senang memiliki kesempatan melanjutkan studi di China.

Minhajul yang pernah menjadi santri di salah satu pondok pesantren itu mengaku sengaja memilih China karena banyak kampus di negara itu yang tidak terlalu memperhitungkan nilai TOEFL.

"Bagi yang nilai TOEFL-nya menengah ke bawah kesempatan beasiswa masih besar dengan memilih kampus di daerah yang tidak banyak peminatnya seperti di Chongqing atau China bagian barat," kata dia.

Ia mengatakan bahwa kesempatan belajar di negara Tirai Bambu terbuka lebar karena setiap tahun Pemerintah China mengalokasikan dana beasiswa bagi pelajar internasional melalui lembaga China Scholarship Council (CSC).

Baca juga: Pegawai PT KAI menjajal kereta cepat Tiongkok

Para peminat dapat mengakses program beasiswa CSC yang dibuka pada Januari hingga April melalui situs resmi CSC: www.csc.edu.cn/laihua.

Rektor UNU Yogyakarta Prof Purwo Santoso mengatakan peluang studi ke China bisa menjadi opsi lain bagi generasi muda di Indonesia untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke luar negeri selain ke Eropa dan Timur Tengah.

Kendati demikian, ia berpesan agar setiap keputusan kuliah ke luar negeri tetap disertai dengan perencanaan dan tujuan yang jelas untuk ikut memajukan Tanah Air.

"Harus ada konfigurasi yang jelas. Kita ke sana (kuliah ke luar negeri) dalam rangka apa," kata Purwo.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019