Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Selasa sore masih lanjut melemah akibat "terpapar" perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang kembali memanas.

Rupiah melemah 22 poin atau 0,15 persen menjadi Rp14.277 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.255 per dolar AS.

"Perselisihan antara dua ekonomi terbesar dunia ini dengan cepat berubah menjadi lebih buruk dari sebelumnya dan berhasil mengguncang pasar," kata Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Selasa.

Pemerintahan Trump secara resmi menyebut China sebagai manipulator mata uang, sebuah pernyataan yang meningkatkan ketegangan perang dagang lebih jauh. Sikap tersebut disampaikan Washington setelah Bank Sentral China (PBOC) dengan sengaja membiarkan nilai yuan jatuh terhadap dolar AS sebagai bentuk balasan atas tarif impor oleh AS.

"Kini perang dagang sepertinya sudah naik kelas, bertransformasi menjadi perang mata uang. Jika praktik yang dilakukan China ditiru oleh negara lain demi menggenjot ekspor, maka akan terjadi devaluasi mata uang secara kompetitif. Perang mata uang sudah di depan mata," kata Ibrahim.

Secara terpisah, China juga mengumumkan bahwa mereka akan berhenti membeli produk pertanian AS, sehari setelah media milik pemerintah mengatakan Beijing tidak akan diganggu dan akan "melawan balik".

Langkah ini sebagai pembalasan kepada Presiden AS Donald Trump yang mengancam akan memberlakukan tarif baru semua barang China sebesar 300 miliar dolar AS yang akan berlaku 1 September 2019 mendatang.

Rupiah pada pagi hari dibuka melemah Rp14.330 dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.260 per dolar AS hingga Rp14.359 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Selasa ini menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp14.344 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.231 per dolar AS.

Baca juga: China balas kebijakan dagang AS, rupiah berpotensi terus tertekan

Baca juga: China devaluasi yuan, ekspor Indonesia bisa semakin tertekan

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019