Surabaya (ANTARA) - Lembaga Surabaya Survey Center (SSC) menilai sejumlah nama bakal Calon Wali Kota Surabaya dari kalangan milenial atau anak-anak muda yang telah dirilisnya beberapa waktu lalu identik dengan perubahan.

"Rilis SSC mendapat respons yang cukup beragam, mulai dari optimisme melihat nama baru dalam peta politik Pilkada Surabaya hingga pesimisme karena tidak percaya kalau kandidat-kandidat muda itu akan mendapatkan rekomendasi partai," kata Peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.

Baca juga: Maraknya Cawali Surabaya milenial tunjukkan gairah politik warga

Baca juga: Whisnu dinilai punya kemampuan lanjutkan kepemimpinan Wali Kota Risma

Baca juga: M. Sholeh deklarasikan diri sebagai Cawali Surabaya jalur independen


Kendati calon-calon muda tersebut berat untuk dilirik oleh partai politik di Surabaya, namun menurut Surokim, membaharukan politik itu selalu perlu. Apalagi, lanjut dia, kandidat-kandidat muda itu akhirnya gagal dan batal mencalonkan diri karena tidak dilirik partai.

"Paling tidak kita sudah mengikhtiarkan untuk membaharukan dan memudakan kepemimpinan Kota Surabaya," ujarnya.

Menurut dia, kebutuhan Kota Surabaya masa depan yang mendesak adalah kepemimpinan adaptif progresif. Kecepatan mengikuti perubahan zaman menjadi kunci. Pemimpin yang akseleratif, adaptif, dan inovatif yang akan melahirkan daya saing kompetitif dimasa kini dan mendatang.

Selain itu, kata dia, kaum muda itu lebih dekat dengan perubahan, surplus energi positif, lebih identik dengan harapan dan ekspektasi baru. Berkaca dari sejarah, pemimpin progresif Indonesia berasal dari kaum muda, Soekarno ketika membacakan pledoi Indonesia menggugat yang legendaris itu berusia 29 tahun dan Hatta berusia 30 tahun saat mendampingi Sukarno di era tersebut.

Hamengkubuwono IX dinobatkan jadi raja pada usia 28 tahun dan mampu membuktikan sikap kenegarawannannya dalam krisis. Dr Soetomo berusia 20-an saat mendirikan Boedi Oetomo, demikian juga Sutan Syahrir berusia 21 saat menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Semangat 10 November juga digerakkan kaum muda Surabaya.

"Maka sesekali jangan melupakan sejarah," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo ini.

Untuk itu, kata dia, sudah saatnya memberi tantangan partai, apakah mereka (partai) mau mengusung ide perubahan dan harapan atau akan melulu berkutat pada nama-nama lama yang selama ini beredar nihil perubahan.

Menurutnya, semakin banyak tawaran kepada pemilih tentunya akan semakin baik bagi demokratisasi di Kota Surabaya. "Jangan meremehkan generasi muda Surabaya. Mereka kadang bisa jauh membaca kehendak zaman bahkan bisa menghentak melampauinya," katanya.

Adapun bakal cawali dari kalangan milenial dirilis SSC di antaranya Eri Cahyadi (Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Beppeko) Surabaya), K.H. Zahrul Azhar As'ad atau Gus Hans (Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jatim), M. Sholeh (Advokat), Azrul Ananda (Presiden Klub Persebaya) dan Bayu Airlangga (Ketua Muda Mudi Demokrat Jatim).

Selain itu, ada Dimas Oky Nugroho (pegiat anak muda dan kewirausahawan sosial), Andy Budiman (politikus PSI), Dimas Anugerah (politikus PSI), Kuncarsono Prasetyo (mantan wartawan dan kolektor benda-benda kuno), Abraham Sridjaja (Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar), Dedy Rachman (akademisi), Sukma Sahadewa (dokter sekaligus politikus Perindo) dan Didik Prasetiyono (Direktur Surabaya Consulting Group/SCG).

Sedangkan cawali milenial dari perempuan ada Agnes Santoso (Presenter), Siti Nasyiah (aktivis dan penulis buku), Asrilia Kurniati (mantan Ketua Umum Gabungan Organisasi Wanita Surabaya), Dwi Astuti (pengurus Muslimat Jatim).

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019