Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan meminta dukungan Presiden agar pimpinan TNI dan Polri dapat menjamin mekanisme pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM terhadap perempuan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Ketua Komnas Perempuan, Kamala Chandrakirana, usai menyampaikan laporan tahunan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, mengatakan Komnas Perempuan menyampaikan lima masalah kritis yang harus diperhatikan oleh Presiden beserta jajaran menterinya. "Masalah yang pertama adalah kekerasan terhadap perempuan dan konflik bersenjata. Kami meminta pimpinan TNI dan Polri untuk mengembangkan mekanisme pertanggungjawaban kekerasan terhadap perempuan oleh aparat keamanan," tuturnya. Komnas Perempuan, menurut Kamala, telah mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran HAM yang dialami perempuan dalam peristiwa konflik bersenjata dan setelahnya. Setelah konflik bersenjata kini mereda di Indonesia, Komnas Perempuan meminta agar dilakukan upaya khusus guna mencegah terulangnya pelanggaran HAM yang diderita perempuan di daerah konflik. "Proses pembaruan aparat keamanan nasional Indonesia baru benar-benar tuntas jika dipastikan ada mekanisme pertanggungjawaban atas segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan yang dilakukan oleh aparat keamanan," jelas Komala. Komnas perempuan pun meminta pimpinan TNI dan Polri untuk mengembangkan mekanisme pencegahan yang efektif agar segala bentuk kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi terhadap perempuan oleh aparat keamanan tidak terulang lagi. Untuk itu, Kumala mengusulkan agar dibangun ruang dialog antara Komnas Perempuan dan pimpinan tertinggi TNI dan Polri untuk mengembangkan mekanisme pertanggungjawaban dan pencegahan tersebut. "Kami butuh dukungan Presiden untuk mendorong perumusan `roadmap` tentang HAM perempuan bersama pimpinan TNI dan Polri," ujarnya. Komnas HAM juga meminta dukungan agar dapat dilakukan dialog dengan Departemen Dalam Negeri guna menyikapi kebijakan-kebijakan daerah yang dinilai diskriminatif terhadap perempuan. Pada 2006, Komnas HAM mencatat terdapat 25 kebijakan daerah di 16 wilayah tingkat provinsi dan kabupaten yang dinilai diskriminatif terhadap perempuan serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional. Kepada Presiden, Komnas HAM juga meminta agar mekanisme penanganan migrasi tenaga kerja Indonesia yang sebagian besar perempuan, dilakukan dengan cara yang peka terhadap perempuan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008