Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, mengungkap kasus pengiriman pekerja migran ke luar negeri dengan usia korban yang masih dibawah umur.

  "Korbannya berinisial UH yang ketika diberangkatkan sebagai pekerja migran masih berusia 13 Tahun," kata Kasubdit IV Remaja Anak Wanita Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati, di Mataram, Selasa.

  Perempuan yang saat ini berusia 16 tahun menjadi korban tipu daya pengirimnya, berinisial BA (58), yang telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka perdagangan orang.

  Korban UH bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri bersama kakak kandungnya berinisial SH.

  "Jadi korban ini kakak adik," ujarnya.

  Status korban sebagai pekerja migran di luar negeri berawal dari penawaran BA. Kedua korban dijanjikan mendapatkan upah 170 dollar atau setara Rp6 juta perbulan pada tahun pemberangkatannya, 2015.

  Dengan mendapatkan pelatihan kerja dan dijanjikan akan bekerja ke Abudabi, Uni Emirat Arab, keduanya menyetujui tawaran tersangka.

  Setelah menyetujuinya, tersangka BA memproses dokumen UH yang tentunya identitas diri terkait usianya dipalsukan, seperti yang tertera dalam KTP dan juga KK.

  "Waktu mengurus paspor juga korban ini disuruh pakai baju yang tebal-tebal supaya dikira sudah umur dewasa," ucapnya.

  Setelah seluruh dokumennya lengkap, tersangka memberangkatkan UH bersama kakaknya ke Malang, Jawa Timur, ditampung di rumah tersangka kedua berinisial BH (42), yang tidak lain merupakan keponakan tersangka BA.

  Namun tidak lama berada di Malang, kedua korban yang awalnya dijanjikan berangkat melalui perusahaan legal, dan mendapatkan pelatihan sebagai pembantu rumah tangga, hanya bertahan dalam kurun waktu tiga hari di lokasi penampungan.

  Setelah tiga hari di lokasi penampungan, kedua korban langsung diberangkatkan ke Batam, Kepulauan Riau. Sampainya disana, kedua korban berangkat ke luar negeri tanpa prosedur yang sah, yakni menumpang kapal feri menuju Malaysia.

  Dua malam menginap di apartemen di Kuala Lumpur, korban diberangkatkan ke Damaskus, Suriah, negara di Timur Tengah yang sedang konflik. Jadi kedua korban bukan bekerja ke negara tujuan seperti yang dijanjikan sebelumnya, Abudabi.

  Tiga tahun lamanya bekerja terpisah dengan kakaknya sebagai pembantu rumah tangga di Damaskus, UH menerima upah tidak sesuai dengan yang sebelumnya dijanjikan, hanya Rp2,3 juta perbulan.

  Karena penat dengan pekerjaan dan statusnya yang tidak jelas bekerja di negeri orang, kedua korban datang melapor ke KBRI di Damaskus. Setelah ditampung di KBRI, kedua korban dipulangkan ke Indonesia pada Desember 2018.

  Dari kepulangan korban ke Indonesia, peran dan modus kedua tersangka terungkap. BA merupakan suruhan dari tersangka BH yang berdomisili di Malang, dengan upah Rp3 juta untuk satu korbannya.

  "Upah untuk penampungnya, dan siapa jaringannya ini belum kita dapatkan petunjuk. Semuanya masih dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan," kata Pujawati.

  Meski demikian, kedua tersangka yang saat ini telah menjalani penahanan di Rutan Polda NTB, disangkakan Pasal 10 dan atau Pasal 11 Juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

  Dalam aturannya, pasal tersebut mengatur ancaman pidana hukuman paling berat 15 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp600 juta.


Baca juga: 21 TKI ilegal di pulangkan ke Nunukan karena kasus narkoba

Baca juga: 81 TKI dideportasi mandiri dari Malaysia

Baca juga: Polda Kepri ungkap dugaan pengiriman TKI legal dari Batam


Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019