Jakarta (ANTARA) - Sidang perdana terhadap terdakwa Asty Winasti dalam kasus dugaan pemberian suap terhadap anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) akan dilakukan pada Rabu (19/6) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Asty merupakan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

"Sidang terhadap terdakwa Asty Winasti dalam kasus dugaan pemberian suap terhadap BSP terkait dengan kerja sama di bidang pelayaran PT HTK dengan PT PILOG (Pupuk Indonesia Logistik) akan dilakukan pada Rabu, 19 Juni 2019 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Adapun kerja sama bidang pelayaran tersebut untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.

Pada persidangan tersebut, lanjut Febri, diagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPI) KPK yang tentu saja akan menguraikan perbuatan-perbuatan dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh terdakwa.

"Selain peran terdakwa, juga akan diuraikan peran pihak lain di perusahaan yang dalam pemberian suap tersebut," ungkap Febri.

Diduga Asty memberikan suap sekitar 158 ribu dolar AS dan Rp311 juta yang diberikan dalam beberapa tahap, sejak Mei 2018 hingga 27 Maret 2019.

Selain Asty, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, Bowo Sidik Pangarso dan Indung (IND), dari pihak swasta.

Diduga sebagai penerima adalah Bowo Sidik Pangarso dan Indung. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Asty Winasti.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.

Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG dengan PT HTK.

Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.

Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.

Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia di Jakarta.

Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus dan dua kontainer plastik yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang dengan total Rp8,45 miliar, diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.

Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019