BPBD Sulteng kirim logistik dan personel ke lokasi banjir di Morowali

  • Senin, 10 Juni 2019 20:44 WIB
BPBD Sulteng kirim logistik dan personel ke lokasi banjir di Morowali
Foto udara jalan trans sulawesi terendam banjir bandang di Kecamatan Asera, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2019). Akibat intensitas hujan tinggi menyebabkan Sungai Lasolo meluap dan menyebabkan banjir bandang, sementara pihak BPBD Kabupaten Konawe Utara mencatat sebanyak 1.054 unit rumah di 28 desa di 6 kecamatan terendam banjir dengan jumlah pengungsi sebanyak 4.809 jiwa. Untuk sementara jalan trans sulawesi terputus yang menghubungkan Sulawesi Tenggara-Sulawesi Tengah (ANTARA FOTO/Oheo/Jjn/hp)
Palu (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah telah mengirim bantuan logistik dan sejumlah personel tim reaksi cepat menuju lokasi bencana alam banjir bandang di Kabupaten Morowali untuk membantu meringankan beban pemerintah daerah dan masyarakat yang terdampak bencana alam itu.

"Kami langsung mengerahkan dua unit kendaraan operasional yang membawa personel dan logistik ke lokasi bencana alam di Kabupaten Morowali," kata Kepala BPBD Provinsi Sulteng, Bartholomeus Tandigala kepada Antara di Palu, Senin malam.

Ia mengatakan satu truk mengangkut sejumlah jenis bantuan seperti tenda, matras, selimut dan jas hujan sesuai dengan kebutuhan.

Sementara satu truk lagi, khusus membawa personel tim reaksi cepat (TRC) dari BPBD Provinsi Sulteng.
Soal bantuan bahan makanan, kata dia, tidak disalurkan, sebab masih dapat ditangani oleh BPBD Kabupaten Morowali.

"Mereka sendiri yang mengatakan soal bantuan bahan makanan tidak perlu dari BPBD Provinsi Sulteng, sebab stok berbagai jenis bahan makanan yang ada di gudang BPBD Kabupaten Morowali masih cukup memadai," katanya.
Namun, jika masih perlu, BPBD Provinsi Sulteng siap saja untuk menyalurkan bantuan bahan makanan ke lokasi bencana alam banjir di Kabupaten Morowali tersebut.

Bartlolomeus menjamin logistik, termasuk obat-obatan dan bahan makanan serta peralatan rumah tangga lainnya yang ada sekarang ini di Kantor BPBD Sulteng juga masih mencukupi kebutuhan.
Artinya, persediaan logistik tetap ada dan jika dibutuhkan langsung disalurkan ke lokasi bencana.

Dia juga meminta kepada jajaran BPBD yang ada di kabupaten/kota di Sulteng untuk tetap siaga mengingat kondisi cuaca dalam beberapa hari ini dan ke depan masih ekstrem.

Dalam kondisi cuaca seperti itu, katanya, sangat berpotensi terjadinya berbagai bencana alam.
Sementara empat buah jembatan permanen di jalur utama trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara ruas Kabupaten Morowali dilaporkan ambruk dihantam banjir bandang yang melanda daerah itu sejak Sabtu (8/6).

Keempat jembatan ambruk tersebut Jembatan Bahoyuno di Kecamatan Bungku Barat, Jembatan Bahodopi, Jembatan Lalampu dan Jembatan Dampala di Kecamatan Bahodopi.
Putusnya keempat jembatan tersebut, Kecamatan Bahodopi yang merupakan lokasi kawasan industri pertambangan nikel terbesar di Indonesia yang mempekerjakan sekitar 35.000 tenaga kerja, kini terisolir dari perhubungan darat.

"Orang-orang dari Bahodopi tidak bisa ke arah Palu dan tidak bisa juga ke arah Kendari, karena di Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe Utara, Sultra, jalan trans Sulawesi juga putus karena tergenang banjir," kata Taslim, Bupati Morowali yang ditemui Wartawan Antara Rolek Malaha di Desa Dampala.

Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengambil langkah cepat dengan menurunkan sebuah tim dari Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XIV Wilayah Sulawesi Tengah dipimpin Kepala Satuan Kerja III Beny Birmansyah telah turun ke Morowali, Senin pagi untuk segera memulihkan stagnasi arus lalu lintas.

Dari empat jembatan itu, baru Jembatan Bahoyuno Wosu yang sudah terbuka setelah pihak BPJN, kontraktor dan masyarakat setempat memasang gelagar batang kelapa sehingga Kota Bungku, ibu kota Kabupaten Morowali, yang sempat terisolir selama beberapa jam bisa segera terbebaskan.

"Namun kami masih membatasi kendaraan yang melintas di jembatan ini, maksimum tiga ton, lebih dari itu, muatan harus dibongkar dulu baru bisa lewat," ujar Irvan Asmara, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 35 PJN XIV di lokasi jembatan Bahoyuno.

Arus lalu lintas di jembatan itu kini dijaga ketat aparat kepolisian dan Dinas Perhubungan agar tidak ada kendaraan yang melebihi tiga ton melintas.

"Bukan karena gelagar batang kelapa itu tidak kuat pak, tapi tanah tempat meletakkan gelagar itu sangat labil dan mudah runtuh karena berupa pasir, jadi kami jaga ketat kendaraan yang lewat agar tidak sampai longsor lagi. Kalau jalan ini putus, masyarakat Morowali pada umumnya akan kesulitan besar," ujar dia.
 
Dari empat jembatan yang rusak itu, Jembatan Dampala yang paling parah karena air tidak hanya membawa hanyut pilar-pilar, kepala (abutmen) dan badan jembatan tetapi juga menggerus pinggiran sungai sehingga lebar sungai saat ini sudah mencapai sekitar 100 meter, padahal sebelumnya hanya sekitar 50 meter.

"Semakin sulit untuk membuat jembatan darurat dari besi (jembatan bailey) karena bentang jembatan terlalu panjang, mencapai 100-an meter. Harus menggunakan pilar di tengah, tetapi untuk memasang pilar di tegah, sulit dilakukan sebab air sungai masih sangat besar dan deras," kata Nurhasna, PPK 37 PJN XIV di lokasi jembatan Dampala.

Pihaknya masih mencari lokasi di atas jembatan yang ambruk saat ini yang bentangannya pendek agar jembatan bailey bisa segera dipasang dan lalu lintas bisa bergerak kembali walau harus memberlakukan pembatasan tonase muatan.

Mengenai kondisi Jembatan Lalampu dan Jembatan Bahodopi, Nurhasna mengaku belum melihat dari dekat karena akses kesana belum ada, namun mengakui bahwa kedua jembatan penting itu juga tidak bisa dilewati sama sekali saat ini.

"Kami sedang melakukan penanganan secara simultan untuk keempat jembatan penting ini, dengan harapan dalam tempo lima hari ke depan, arus lalu lintas sudah bisa terbuka kembali," kata Beny Birmansyah, Kepala Satker III PJN XIV Sulteng kepada Antara di Desa Dampala.

Ribuan warga yang baru selesai merayakan Idul Fitri 1440 Hijriah di Bahodopi dilaporkan terperangkap tidak bisa kembali ke kota asal masing-masing, baik di Sulawesi Tengah maupun Sulawesi Tenggara karena akses jalan nasional dari Morowali ke Kendari juga putus di Kabupaten Konawe Utara, Sultra.

Pewarta: Anas Masa
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait