Beberapa temuan yang menonjol diantaranya terkait penempatan dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), penentuan alokasi porsi skala nasional, terdapat dua sumber dana pembiayaan kegiatan, selain dari BPIH juga dari APBN
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan temuan yang menonjol terkait penyelenggaraan haji berdasarkan kajian yang telah dilakukan.

"KPK pernah melakukan kajian terkait penyelenggaraan haji sejak Januari-November 2009 dan laporan hasilnya diselesaikan pada tahun 2010," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Febri menjelaskan terdapat lima aspek utama yang dikaji KPK dari total 48 temuan, yaitu regulasi (7 temuan), kelembagaan (6 temuan), tata laksana (28 temuan), manajemen SDM (3 temuan), dan manajemen Kesehatan (4 temuan).

Adapun, kata dia, beberapa temuan yang menonjol diantaranya terkait penempatan dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), penentuan alokasi porsi skala nasional, terdapat dua sumber dana pembiayaan kegiatan, selain dari BPIH juga dari APBN, sehingga ada resiko pemborosan keuangan.

Selanjutnya, kebutuhan lembaga pengawas haji independen, tugas dan fungsi pengadaan yang masih tersebar di berbagai sub-direktorat, masa berlaku izin Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), pembiayaan dalam manasik haji, masalah di pemondokan dan jasa katering haji, biaya penerbangan, pencatatan keuangan, penggunaan biaya "indirect cost" yang tidak sesuai, dan pungutan liar di embarkasi.

"Temuan-temuan dalam kajian yang diselesaikan KPK pada 2010 tersebut telah disampaikan pada pihak Kementerian Agama untuk ditindaklanjuti. Sebagian telah dilaksanakan, namun dalam perkembangannya tidak semua temuan dapat diperbaiki, bahkan KPK juga masih menemukan dugaan penyimpangan," ucap Febri.

Ia mengungkapkan pada 2010-2012 sejumlah 33 temuan telah diselesaikan sehingga statusnya "closed" sehingga terdapat 15 temuan yang belum ditindaklanjuti.

"Bahkan, sebagaimana diketahui, KPK akhirnya melakukan penyidikan dengan tersangka Menteri Agama RI pada saat itu (Suryadharma Ali) karena ditemukan tindak pidana korupsi serta akibat tidak konsistennya dan bahkan pelanggaran terhadap upaya perbaikan," kata Febri.

Pelanggaran-pelanggaran itu, yakni mengangkat 180 orang keluarga dan kolega sebagai Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), mengangkat tujuh orang keluarga dan kolega menjadi petugas pendamping Amirul Hajj, "mark up" harga pemondokan, dan memberangkatkan 1.711 orang keluarga dan kolega tidak sesuai nomor porsi antrian menggunakan sisa kuota haji nasional.

"Artinya, jika ada penyimpangan yang dilakukan mengandung unsur tindak pidana korupsi, maka KPK menindaklanjuti dengan proses hukum sesuai aturan yang berlaku, misal penanganan perkara sebelumnya, proses pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) hingga penyelidikan baru yang sekarang sedang berjalan," tuturnya.

Sedangkan dalam upaya pencegahan, kata dia, saat ini juga sedang berlangsung perkembangan kajian terkait penyelenggaraan haji agar terdapat pemetaan yang lebih terbaru dalam penyelenggaraan haji yang dilakukan di Indonesia sehingga saran dan perbaikan yang dapat dilakukan dapat semakin tepat sasaran.

Untuk diketahui, KPK pada Rabu (22/5) juga telah meminta keterangan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam proses penyelidikan terkait penyelenggaran haji tersebut.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019