Di tengah situasi ini kita harus tetap optimis, apalagi sudah ada B20 yang cukup lumayan mendorong penyerapan dalam negeri. Kita jangan takut
Palembang (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Sumatera Selatan mengingatkan proteksi Uni Eropa terhadap produk minyak sawit asal Indonesia seharusnya menjadi pelecut semangat untuk meningkatkan penyerapan dalam negeri.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Harry Hartanto di Palembang, Selasa, mengatakan Indonesia sudah membuat produk bahan bakar solar B20 yang harus terus didorong hingga mencapai B100.

"Di tengah situasi ini kita harus tetap optimis, apalagi sudah ada B20 yang cukup lumayan mendorong penyerapan dalam negeri. Kita jangan takut," kata dia.

Namun, pemerintah juga tidak boleh mendiamkan proteksi yang dilakukan negara-negara Eropa itu.Karena hal itu merupakan perang dagang di mana negara-negara Eropa berkeinginan melindungi produk mereka sendiri.

Bahkan Harry menilai hal itu merupakan wujud nyata bahwa Uni Eropa tidak ingin ekonomi Indonesia bangkit karena menjadi penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

Untuk itu, Gapki Sumsel mendukung langkah yang diambil Pemerintah Indonesia bersama dengan sejumlah negara di Asean menyiapkan sikap bersama untuk merespons kebijakan proteksionisme Uni Eropa, yang dianggap diskriminatif terhadap produk kelapa sawit dan beras asal Asia Tenggara.

Apalagi, menilai kebijakan perdagangan yang bersifat proteksionisme ini terus menguat di kelompok Uni Eropa.

Negara-negara ASEAN sepakat memberkan instruksi kepada perwakilannya di Jenewa, Swiss, untuk mengeluarkan pernyataan keras kepada Uni Eropa atas nama kebersamaan ASEAN pada pertemuan 25th Asean Economic Minister’s Retreat (AEM Retreat) di Phuket, Thailand, Senin (22/4). Data Kemendag menunjukkan bahwa Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan CPO ke Eropa. Setiap tahun rata-rata ekspor CPO Indonesia ke Eropa mencapai 3,5 juta ton sedangkan kebutuhan CPO Eropa mencapai 6,3 juta ton. Sedangkan, Malaysia di tempat kedua dengan nilai ekspor mencapai 1,5 juta ton.

Harry menjelaskan potensi Indonesia dalam menghasilkan minyak nabati ini menjadi ancaman sendiri negara-negara di Eropa karena mampu menjadi penyuplai utama kebutuhan.

Eropa sendiri tidak bisa berbuat banyak karena perkebunan sawit jauh memiliki keunggulan dibandingkan biji matahari dan kedelai. Dalam satu hektare perkebunan sawit bisa menghasilkan delapan ton minyak sawit per tahun, sementara untuk biji matahari hanya 0,3 ton per tahun.

Indonesia memang sangat terusik dengan gencarnya kampanye hitam yang terus dilakukan, mengingat komoditas itu memberikan kontribusi nilai ekspor sebesar Rp240 triliun setiap tahun.

Baca juga: RI: Kebijakan sawit Uni Eropa diskriminatif-proteksi terselubung

Baca juga: Darmin: daerah produksi sawit turunkan kemiskinan lebih cepat

Baca juga: Persaingan picu kampanye negatif sawit


Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019