Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menyuap hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan Merry Purba.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Tamin Sukardi telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut agar Tamin divonis selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tamin terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi bersama rekannya Hadi Setiawan dinilai terbukti menyuap hakim ad hoc pengadilan Tipikor Medan Merry Purba sebesar 150 ribu dolar Singapura melalui panitera pengganti Helpandi dan rencanaya ada 130 ribu dolar Singapura yang akan diberikan kepada Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota I.

Tujuan pemberian itu adalah agar Tamin mendapat putusan bebas dalam putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn mengenai pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa di Pasa IV Desa Helvetia, Deli Serdang atas nama Tamin Sukardi.

Tamin mengajukan permohonan pengalihan status menjadi tahanan rumah dengan alasan medis pada 9 Juli 2018. Saat Helpandi mengajukan draf pengalihan status Tamin, masing-masing hakim menanyakan kepada Helpandi dengan kalimat "kok hanya tanda tangan saja?"

Dalam beberapa kali permintaan tanda tangan untuk penetapan izin berobat terdakwa Tamin, terlontar pertanyaan baik dari Merry Purba, Sontan Merauke maupun Wahyu Prasetyo dengan kalimat seperti 'kok gini-gini aja?' atau 'kerja baktinya aja kita dek?', atau 'teken aja kita ini?'. Atas kalimat tersebut Helpandi memahaminya sebagai permintaan uang atau barang dari majelis hakim.

Staf administrasi perusahaan Tamin, Sudarni Samosir lalu melaporkan hasil pertemuan dengan Helpandi kepada Tamin dan ia pun meminta agar mengkomunikasikan dengan majelis hakim agar hakim tidak kecewa dan agar putusan perkaranya bebas pada 27 Agustus 2018.

Helpandi lalu menyebut untuk menyiapkan sebesar Rp3 miliar untuk tiga orang hakim dan Tamin menyanggupinya. Ia kemudian menghubungi rekannya Hadi Setiawan yang sudah berkomitmen untuk membantu dirinya. Tamin memberikan uang sejumlah 280 ribu dolar Singapura dalam amplop ke Hadi untuk diserahkan ke majelis hakim.

Pada 24 Agustus 2018, Helpandi bertemu dengan Merry Purba di lorong kerja dan mengatakan bahwa Tamin minta dibantu untuk putusan dan akan ada pemberian sejumlah uang dari Tamin.

Uang untuk Merry Purba diserahkan pada 25 Agustus 2018 di show room mobil Honda di Jalan Adam Malik, Helpandi lalu memberikan 150 ribu dolar Singapura kepada seorang pira yang mengendarai mobil Toyota Rush milik Merry Purba sedangkan uang untuk Sontan akan diserahkan sesaat putusan dibacakan yaitu 27 Agustus 2018.

Pada 27 Agustus 2018, majelis hakim memutuskan Tamin Sukardi bersalah dan dijatuhi pidana 6 tahun, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp132,468 miliar sedangkan hakim Merry Purba menyatakan "dissenting opinion" yaitu dakwaan tidak terbukti dengan adalan sudah ada putusan perdata berkekuatan hukum tetap.

Atas putusan tersebut, Tamin dan jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019