Jakarta  (ANTARA) - Warga Indonesia yang kembali berhaji di tahun ini terkena biaya visa haji secara progresif,  kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali.

 "Sesuai ketentuan dan sistem imigrasi Arab Saudi, jamaah yang sudah berhaji akan terkena biaya visa progresif. Tahun ini biayanya dibebankan kepada jamaah haji yang bersangkutan," kata Nizar kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

 Dia mengatakan visa progresif sejatinya sudah diberlakukan bagi jamaah Indonesia pada 2018 tapi biaya ditanggung melalui dana tidak langsung (indirect cost) hasil optimalisasi dana setoran awal jamaah calon haji.

 Mulai 2019, Nizar mengatakan biaya visa progresif dibayar sendiri oleh jamaah bersangkutan sebagaimana keputusan pemerintah bersama Komisi VIII DPR RI.

 Adapun nilai biaya visa progresif sebesar 2.000 Riyal Saudi atau sekitar Rp7,6 juta. Biaya visa tersebut dibayar bersamaan dengan pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.

 Kemenag, kata dia, segera mengindentifikasi jamaah yang akan kembali berhaji melalui basis data Siskohat Kemenag yang dicocokkan dengan e-Hajj milik Saudi.

 "Ada kemungkinan, jamaah dalam data Siskohat belum berhaji tapi di data e-Hajj sudah pernah sehingga harus membayar visa progresif. Jika ada yang seperti itu, maka jamaah akan diminta membayarnya setelah visanya keluar. Jika tidak visanya dibatalkan," kata dia.

 Nizar mengatakan tahun ini biaya pembuatan paspor juga menjadi tanggung jawab pribadi jamaah haji. Dengan begitu, tidak ada penggantian biaya pembuatan paspor yang selama ini dilakukan saat jemaah masuk asrama haji.

 "Banyak jamaah haji yang telah memiliki paspor sebelumnya sehingga penggantian biaya paspor dianggap sudah tidak relevan," katanya.


Baca juga: Langgar visa haji WNI didenda Rp55 juta
Baca juga: Menteri Agama tunggu keputusan Saudi soal perekaman data biometrik

 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019