Surabaya (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menilai langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Direktorat Deradikalisasi Subdit Bina Masyarakat membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pendamping Sasaran Deradikalisasi merupakan langkah tepat. 

"Semoga pembentukan Pokja ini dilakukan dengan hikmat, cermat, konsisten dengan parameter terukur agar program deradikalisasi berhasil dengan baik," ujarnya saat menghadiri Rapat Koordinasi Pembentukan Pokja Pendamping Sasaran Deradikalisasi Wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta di Surabaya, Rabu. 

Berdasarkan siaran pers yang diterima Antara di Surabaya, Rabu malam, pembentukan pokja sebagai bentuk menjalankan salah satu amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. 

Ia mengapresiasi langkah BNPT sebagai "leading sector" penanggulangan terorisme, sebab tak hanya mengumpulkan orang, tetapi membangun jejaring. 

"Ini yang diharapkan, tidak hanya main atas, tapi sudah bisa terlembaga sampai ke bawah sampai ke desa-desa, bahkan RT, RW," ucapnya. 

Ia berharap niat baik UU ini bisa digunakan sehebat-hebatnya dan secermat-cermatnya dalam melaksanakan penanggulangan terorisme melalui program deradikalisasi. 

Selain itu, kata dia, diharapkan dengan UU yang baru dengan BNPT sebagai nakhoda, masyarakat bisa menerima manfaatnya secara langsung. 

Tak itu saja, ia juga meminta agar deradikalisasi tidak hanya menyentuh kepada mantan teroris dan keluarganya, tetapi juga kegiatan yang lebih substantif, yaitu bagaimana membumikan wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan, selain kewirausahaan itu sendiri. 

Sementara itu, Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Dr Irfan Idris, MA, mengatakan pelaksanaan deradikalisasi sesuai dengan UU antiterorisme yang baru berlandaskan tiga hal, yaitu Heart, Hand, Head atau 3H. 

"Pertama heart (hati), mereka yang terpapar atau mantan yang sudah di luar Lapas harus disentuh hatinya karena dia juga manusia yang punya perasaan, kasih sayang," katanya. 

Kedua, yaitu hand (tangan), yang berkaitan dengan pekerjaan, pelatihan keterampilan, dan kewirausahaan.  Sedangkan, head (kepala), merupakan orang yang terpapar jangan disentuh dulu ideologinya. 

"Itu jelas salah. Tunggu kalau mereka sibuk bagaimana berempati dan bersimpati kepada sesama atau saudaranya, lalu kemudian sibuk bekerja. Dari situ otomatis dia akan sadar bahwa Indonesia punya ideologi, yaitu Pancasila," katanya.

Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2019