Semarang (ANTARA News) - Pertanyaan dan jawaban masing-masing pasangan calon peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI mencerminkan penguasaan mereka terhadap materi debat capres dan cawapres.

Meski Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengirim kisi-kisi pertanyaan kepada peserta Pilpres 2019 sebelum debat pertama di Jakarta, Kamis (17/1), masih ada pertanyaan mengenai mantan terpidana korupsi yang menjadi calon anggota legislatif.

Capres RI Joko Widodo pada debat itu sempat menanyakan perihal komitmen Capres RI Prabowo Subianto di bidang antikorupsi.

Jokowi mengutip data lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menunjukkan Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo tercatat cukup banyak mencalonkan anggota legislatif yang merupakan mantan narapidana korupsi.

Semula memang ada larangan mantan koruptor sebagai caleg. Namun, Mahkamah Agung RI melalui Putusan Nomor 46 P/HUM/2018 menyatakan Pasal 4 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1) Huruf d, dan Lampiran Model B.3 PKPU No. 20/2018 sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi" bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 juncto UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Praturan Perundang-undang.

Pascaputusan MA, KPU RI lantas menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PKPU No. 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Dengan demikian, tidak ada masalah bagi partai politik peserta Pemilu 2019 mencalonkan mereka.

Data yang diterima Antara dari Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini pada tanggal 21 September 2018 tercatat ada 38 mantan koruptor yang berebut kursi DPRD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Enam di antaranya dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yaitu M. Taufik (calon anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta), Herry Kereh (calon anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara), dan Husen Kausaha (calon anggota DPRD Provinsi Maluku Utara).

Tiga lainnya memperebutkan kursi DPRD kabupaten, yakni Mirhammuddin dan Ferizal (keduanya calon anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur) serta Al Hajar Syahyan (calon anggota DPRD Kabupaten Tanggamus).

Pada tanggal 1 Oktober 2018, Titi Anggraini menyebutkan mantan koruptor yang memperebutkan kursi DPRD tinggal 36 orang setelah KPU Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu menindaklanjuti surat dari Partai NasDem tentang Pencabutan Pencalonan Anggota Legislatif Tahun 2019 Nomor: 132/PL.01.4-BA/1702/KPU-Kab/IX/2018.



Empat Debat Lagi

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum, debat capres diselenggarakan lima kali pada masa kampanye, yakni dua kali untuk calon presiden, satu kali untuk calon wakil presiden, dan dua kali untuk capres dan cawapres. Dengan demikian, masih ada empat debat lagi.

Debat kedua, 17 Februari mendatang, bertema energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur dengan peserta debat Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Debat ketiga bertema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan kebudayaan dijadwalkan pada tanggal 17 Maret 2019 dengan peserta debat Cawapres Ma`ruf Amin dan Cawapres Sandiaga Uno.

Debat keempat yang dijadwalkan pada tanggal 30 Maret 2019 akan memilih tema ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta hubungan internasional. Pada debat ini dua capres (Joko Widodo dan Prabowo Subianto) akan tampil.

Debat terakhir atau kelima, pasangan Joko Widodo/Ma`ruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto/Sandiaga Uno akan tampil kembali. Debat yang belum dijadwalkan waktunya oleh KPU ini bertema ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan dan investasi, serta perdagangan dan industri.

Sejumlah pihak pun, termasuk pakar komunikasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si., menyarankan agar KPU RI tidak perlu lagi mengirim kisi-kisi pertanyaan kepada peserta Pilpres 2019 supaya debat capres beriktunya lebih natural.

Dari sisi ilmu perang urat syaraf, kata Gunawan yang juga Ketua STIKOM Semarang itu, kenaturalan justru akan menjadikan debat lebih menarik.

Ia menilai debat pertama kalah menarik jika dibandingkan dengan debat pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Seharusnya, lebih seru karena temanya terkait dengan hukum, hak asasi manusia (HAM), korupsi, dan terorisme.

Hal itu karena KPU mengirim kisi-kisi pertanyaannya kepada dua pasangan calon peserta pilpres sebelum hari H debat capres sehingga debat menjadi kurang natural.

Oleh karena itu, pada debat selanjutnya KPU tidak perlu lagi mengirim kisi-kisi agar debat lebih menarik dan hidup sekaligus mampu memberikan tontonan dan tuntunan yang menarik serta bermanfaat.

Pada hari Sabtu (19/1), anggota KPU RI Wahyu Setiawan langsung merespons bahwa pihaknya tidak lagi memberikan kisi-kisi pertanyaan kepada kedua pasangan calon presiden/wakil presiden RI pada pelaksanaan debat kedua.

Pada debat kedua hingga kelima, calon pemilih berharap agar dua pasangan calon peserta Pilpres 2019 mengedepankan visi dan misi serta program kerja yang menjadi andalannya dalam menuntaskan persoalan bangsa. Dengan demikian, masyarakat tidak sekadar tahu permasalahan bangsa, tetapi juga solusinya.

Oleh karena itu, ketika melontarkan pertanyaan, seyogianya lebih menitikberatkan pada penyelesaian masalah bangsa. Hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan calon pemilih untuk menentukan siapa di antara dua pasangan calon yang layak memimpin bangsa ini lima tahun ke depan.

Di sisi lain, apa yang disampaikan dalam debat pilpres itu juga akan menjadi bahan masukan bagi pasangan calon yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.*


Baca juga: KPU pertimbangkan hapus kisi-kisi debat capres

Baca juga: KPU diharapkan tak berikan kisi-kisi debat kedua capres

Baca juga: Sandi: Debat capres tidak perlu dibuat panas


 

Pewarta: Kliwon
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019