... selama kontestasi ini jangan menggunakan simbol itu dulu, nanti saja kalau sudah selesai kontestasi...
Lampung Selatan, Lampung (ANTARA News) - Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, kompak mengklarifikasi soal foto keduanya yang bergaya dengan dua jari. Menunjukkan dua jari di foto kerap dianalogikan dengan simbol calon presiden tertentu.

Sejak beberapa bulan lalu, mereka berdua memang acap tampil berdua untuk urusan kedinasan.

Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka berbicara kepada wartawan saat mendampingi Presiden Joko Widodo kunjungan kerja ke Lampung Selatan, Rabu. Foto itu mereka katakan diabadikan jauh sebelum pengambilan nomor urut calon presiden.

Pula, sangat jauh sebelum penentuan nomor urut calon presiden-wakil presiden di Indonesia untuk Pemilu 2019 ini terjadi, di seluruh dunia lazim dipahami bahwa sinyal V (jari telunjuk dan jari tengah sementara jari-jari lain mengatup) bermakna kemenangan alias victory.

"Beberapa hari ini, saya dengan Pak Kapolri sering mendapatkan kiriman foto terkait dengan kode tertentu yang digunakan lichting angkatan AKABRI, mulai lichting '87, angkatan Pak Tito, ada juga lichting '92, ada juga lichting saya Lemhanas angkatan '20," kata Tjahjanto, yang lulus Akademi TNI AU pada 1986 itu.

Ia mengatakan, kode dua jari itu menandakan soliditas antar-mereka. "Dan kode itu menandakan untuk soliditas, sinergi angkatan untuk mempersatukan dan digunakan sejak pangkat letnan dua dan Pak Tito lulus '87; '87 sudah menggunakan kode itu," katanya.

Tjahjanto mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir foto mereka dengan dua jari tersebut beredar luas. Ia tidak ingin hal itu menimbulkan opini bahwa TNI-Kepolisian Indonesia tidak netral dalam kancah perpolitikan nasional.

"Dan akhir-akhir ini muncul kode-kode itu kembali yang nantinya akan menganggap bahwa TNI-Polri tidak netral," katanya.

Ia menegaskan, TNI-Kepolisian Indonesia tetap memegang teguh netralitas seraya menunjukkan foto TNI dengan gaya dua jari telunjuk dan ibu jari seperti pistol.

"Saya sampaikan bahwa TNI-Polri tetap menjaga netralitas dan simbol-simbol yang digunakan lichting '87, angkatan 92 dan Lemhanas angkatan '20, itu adalah simbol untuk kebersamaan, tidak ada maksud lain dan diambil sebelum paslon mengambil nomor urut," katanya.

Adapun Karnavian menegaskan, foto-foto yang viral dengan kode dua jari membentuk pistol itu diambil jauh sebelum penetapan pasangan calon presiden. 

"Ya saya juga sudah mengklarifikasi kepada teman-teman '87 itu, foto-foto yang diunggah itu, yang kebetulan kodenya jarinya itu mirip dengan salah satu pasangan calon, itu fotonya diambil jauh sebelum penetapan pasangan calon tadi," katanya.

Ia menjelaskan angkatan '87 adalah angkatan kelulusanya saat pendidikan di Akademi Kepolisian, dan memiliki kode jari sudah lama sebelumnya atau lebih dari 20 tahun. Tiap angkatan kelulusan --di TNI atau di Kepolisian Indonesia-- lazim memiliki "simbol persatuan" seperti itu. 

"Kode jari itu sudah lama sekali, sudah lebih dari 20 tahun. Kalau kita bertemu, kemudian dengan satu Polri kemudian teman-teman TNI, kita sodorkan kode jari itu yang manggap itu berarti adalah satu angkatan kita. Itu kode saja," katanya.

Akan tetapi, waktu berjalan dan hal-hal seperti itu bisa menjadi issue sensitif bagi kalangan tertentu. Tjahjanto dan Karnavian kemudian sepakat mengintruksikan jajarannya agar sementara waktu tidak menggunakan kode dua jari itu, khawatir disalahtafsirkan.

"Kami dengan Pak Panglima sudah sepakat karena nanti akan disalahtafsirkan. Kami sudah mengimbau kepada teman-teman angkatan '87, kemudian Lemhanas angkatan 20, angkatan '92, selama kontestasi ini jangan menggunakan simbol itu dulu, nanti saja kalau sudah selesai kontestasi," katanya.

Ia mengatakan telah mengimbau kepada jajarannya. "Kami sudah imbau kepada teman-teman, kami sudah kompak," katanya.
Tjahjanto bahkan memastikan tidak akan ada jajarannya yang bandel. "Oh enggak mungkin, karena sudah ada perintah melalui radiogram," kata dia. 

Masa kini, menunjukkan jumlah jari bisa dibahas serius. 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019