Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan meyakini Presiden Joko Widodo memiliki komitmen memperhatikan nasib petani sawit dalam negeri yang sedang mengalami penurunan Harga Tandan Buah Segar (TBS).

"Masalah petani ini sudah PKB sampaikan langsung ke Presiden Jokowi disela-sela acara konsolidasi caleg PKB pada Selasa (18/12), dan beliau sudah bertindak cepat dengan kebijakan B20," kata Daniel di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, harga Tandan Buah Segar (TBS) yang biasanya Rp800-1200 per-kg, saat ini hanya Rp400-500 per-kg padahal harga pokok TBS mencapai Rp600 per-kg.

Daniel mengatakan PKB mengapresiasi komitmen Presiden tersebut dan partainya akan mengawal agar TBS petani segera terserap dengan harga wajar untuk dijadikan B20.

"Saya pun sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR RI telah mendapat perintah langsung dari Ketua Umum PKB untuk segera mengumpulkan seluruh stakeholder guna mencari jalan keluar yang segera," ujarnya.

Dia meminta meminta agar pengusaha kompak melakukan dua hal, yaitu segera bantu beli buah petani rakyat untuk B20 dengan harga wajar, dan kompak memakai ISPO sebagai standard kelapa sawit Indonesia. 

Daniel meminta pemerintah segera bentuk Indepenpendet Watch ISPO agar bisa diterima di luar negeri sesuai standart internasional sehingga tidak dibutuhkan lagi campur tangan RSPO.

“Kampanye negatif harus dilawan dengan fakta-fakta karna akan mengganggu berbagai sektor, khususnya nasib 4,4 juta petani sawit rakyat dan 14 juta pekerja," katanya.

Dia juga meminta pemerintah harus tegas dalam menertibkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang merugikan negara baik secara ekonomi dan politik, karena mereka lebih menjalankan kepentingan asing dengan merugikan petani kecil dan industri nasional.

Selain itu Daniel menilai kelapa sawit adalah komoditi unggulan baik ekonomi dan politik bangsa Indonesia, secara ekonomi, sawit menyumbang devisa terbesar Rp332 triliun pada tahun 2017.

Secara politik Indonesia menurut dia, sawit menjadi kekuatan diplomasi dengan negara-negara maju untuk wujudkan kebijakan dunia tentang mandatori bioenergi karena Indonesia adalah penghasil sawit terbesar dunia mencapai 34,5 juta ton per tahun.

"Namun saat ini RSPO dijadikan alat perang oleh negara maju untuk atur harga. Ini perang dagang dengan alasan lingkungan," katanya.

Daniel yang merupakan Wakil Sekjen PKB itu menilai Indonesia sebagai produsen sawit no.1 dunia, mengapa malah dikontrol pihak asing.

Menurut dia, Indonesia sebagai produsen terbesar sawit memiliki legitimasi kuat untuk melindungi kepentingan bangsa dan tidak didikte oleh kepentingan asing yang merugikan Indonesia.

Dia mengatakan alasan lingkungan harus ditempatkan secara adil, Indonesia sangat komit untuk menjaga lingkungan, namun fakta bahwa lahan sawit di dunia hanya 10 persen dari luas lahan produksi minyak nabati dunia.

"Berdasarkan data USDA, lahan sawit di dunia hanya 20,5 juta hektar sedangkan lahan untuk produksi minyak kedelai sebesar 61 persen atau 122.3 juta hektar, minyak bunga matahari 12 persen atau 24 juta hektar dan minyak rapeseed 17 persen atau 34 juta hektar," katanya.

Dari segi produktifitas menurut dia, sawit menempati posisi tertinggi yaitu 4,27 ton/ha/thn, jauh dibandingkan bunga matahari 0,52 ton/ha/thn, kedelai 0,45 ton/ha/thn, rapeseed 0,69 ton/ha/thn.

Baca juga: Presiden minta pungutan ekspor untuk bantu petani sawit
Baca juga: WWF dampingi petani swadaya kelola sawit berkelanjutan
Baca juga: Pemerintah diminta bantu konversi lahan menjadi nonsawit

 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018