Surabaya (ANTARA News)  - Pangsa ekspor produk halal dari Indonesia baru mencapai 10,7 persen atau masih lebih rendah dari Malaysia, Uni Emirat Arab, atau Arab Saudi di pasar negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), padahal Indonesia memiliki sumber daya potensial dari perekonomian berbasis syariah.

Data ekspor produk halal itu dikemukakan Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Amalia Adininggar, di Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2018 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.

Meksipun tidak telalu kecil, pangsa ekspor produk halal, semestinya bisa lebih tinggi. Karena itu, kata Amalia, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang beranggotakan instansi pemerintah, Bank Indonsia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK),  ingin meningkatkan penetrasi ekspor produk halal ke rantai nilai halal pasar global.

"Potensi pertumbuhan untuk setiap tahun masih kita hitung. Produknya yang paling banyak, seperti makanan," kata dia.

Dalam ISEF ke-5 yang sudah berjalan di hari ke-3 ini, terdapat gagasan untuk mempercepat pengembangan ekonomi syariah, dengan memberdayakan kemandirian ekonomi yang telah dibangun oleh warga pesantren.

Menurut Amalia, produk halal yang potensial untuk meningkatkan nilai ekspor produk halal antara lain makanan/minuman, dan juga fesyen.

Di kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan sektor ekonomi dan keuangan syariah akan memperkuat struktur ekonomi domestik dan pasar keuangan.

Berkaca dari krisis keuangan yang pernah dialami Indonesia seperti di 1998, kata Dody, terbukti bahwa fundamental ekonomi dan keuangan syariah kuat. Hal itu membuktikan ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi solusi untuk memperkuat ketahanan ekonomi.

"Ekonomi dan sistem keuangan syariah beserta instrumen pendukungnya memiliki potensi untuk mengisi kesenjangan yang dihadapi ekonomi," kata Dody.

Berdasarkan data yang dikemukakan Amalia, pangsa ekspor produk halal Indonesia di antara negara-negara OIC berada di bawah Malaysia yang sebesar 13,8 persen, Uni Ermirat Arab yang sebesar 13,6 persen dan Arab Saudi yang sebesar 12 persen.

Namun Indonesia berada di atas Turki yang sebesar 10,5 persen, Qatar sebesar 4,6 persen, dan Iran yang sebesar 3,4 persen.

Baca juga: Dukung Syariah, BI rencanakan revisi peraturan uang elektronik

Baca juga: BI dan Pemerintah canangkan syariah jadi arus baru ekonomi Indonesia

Baca juga: BI prediksikan pangsa pasar keuangan syariah tembus 20 persen 2023

Baca juga: BI: Indonesia perlu kejar ketertinggalan ekonomi syariah

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018