Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak empat dosen dari Fakultas Hukum Universitas Surakarta mengajukan permohonan pengujian Undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kewenangan lembaga pengawas keuangan ini ke Mahkamah Konstitusi.

Keempat dosen itu adalah Dr Yovita Arie Mengesti SH MH, Dr Hervina Puspitosari SH MH, Bintara Sura Priambada S Sos SH MH dan Ashinta Sekar Bidari SH MH yang menguji Pasal 1 angka 1 serta Pasal 9 huruf c UU OJK terhadap kata penyidikan.

Salah satu kuasa hukum pemohon, Husdi Herman, dalam permohonannya yang dikutip Senin, mengatakan keempat pemohon merasa telah dirugikan aturan tersebut karena secara keilmuan hukum pidana yang telah dipelajari dan alami, yakni pemberlakuan sistem peradilan kriminal di Indonesia yang mendeklarasikan negara hukum, dimana asas "due process of law" suatu proses yang harus dijalankan negara cq aparat penegak hukum yang telah diatur dalam KUHAP, namun hal ini telah diabaikan oleh berlakunya UU OJK.

Pasal 1: "Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan  pihak  lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini".

Pasal 9: "Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dalam permohonan ini, pemohon I (Dr Yovita Arie Mengesti SH MH) yang juga berprofesi advokat pasti akan dirugikan jika mendapatkan klien yang bergerak di bidang jasa keuangan akan mengalami kesulitan memberikan bantuan hukum karena tidak diatur secara jelas hak-hak seseorang yang disangka melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Pemohon IV (Ashinta Sekar Bidari) menilai OJK yang dalam melaksanakan fungsi pengawasan diberi wewenang untuk melakukan penyidikan layaknya penegak hukum, namun tidak diberikan wewenang penyelidikan layaknya lembaga penegak hukum.

Untuk itu, para pemohon meminta Majelis Hakim MK untuk menyatakan Pasal 1 angka 1 UU OJK terhadap kata "penyidikan" UU OJK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Menyatakan Pasal 9 huruf c terhadap kata "Penyelidikan" UU OJK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, lanjut Husdi Herman.

"Apabila yang mulia majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya," katanya dalam permohonannya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018