Nusa Dua (ANTARA News) - Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional dan Grup Bank Dunia (IMF-WBG) 2018 mengemukakan gagasan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi sangat terkait dengan paradigma baru pembiayaan infrastruktur.

Upaya membangun infrastruktur seperti jalan tol, bandar udara, pelabuhan, dan pembangkit listrik gencar dilakukan pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen.

Sekitar 60 persen dari total pendanaan pembangunan infrastruktur atau setara 181 miliar dolar AS berasal dari pendanaan pihak swasta dan 31 persen dari total pendanaan atau setara 94 miliar dolar berasal dari BUMN.

Salah satu kunci kesuksesan pembangunan infrastruktur adalah pembiayaan yang tidak hanya bergantung kepada pemerintah melainkan didukung oleh pembiayaan swasta.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Sugeng menjelaskan setidaknya terdapat tiga hal penting dalam paradigma baru pembiayaan infrastruktur. Pertama, perlu adanya peralihan dari pembiayaan anggaran negara ke sektor swasta.

Hal tersebut diperlukan mengingat sumber pembiayaan infrastruktur dalam APBN sangat terbatas sehingga pendanaan dari sektor swasta sangat penting.

Sugeng berpendapat bahwa pembiayaan campuran (blended finance) yang melibatkan antara lain kerja sama pemerintah dan swasta, dana sosial, dan hibah menjadi penting.

Kemudian, paradigma baru yang kedua yaitu sekuritisasi atau menjadikan proyek infrastruktur sebagai aset dalam investasi portofolio.

Sekuritisasi atau menguangkan aset-aset infrastruktur ke pasar modal menjadi salah satu prioritas untuk mampu memicu arus modal masuk.

Terakhir, paradigma baru pembiayaan infrastruktur yang ketiga yaitu perlunya perluasan basis investor dengan melibatkan investor retail dan pengembangan institusional dengan melibatkan asuransi dan dana pensiun.

Sugeng juga mengemukakan bahwa kebutuhan instrumen lindung nilai (hedging) bagi investasi jangka panjang dibutuhkan. Apabila investor asing jangka panjang datang ke Indonesia namun tidak ada instrumen lindung nilai, maka hal tersebut dianggap sebagai risiko karena bagian dari bentuk ketidakpastian.

Paradigma baru pembiayaan infrastruktur terimplementasi dalam Forum Investasi Infrastruktur yang menjadi bagian Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018. Indonesia melalui 14 BUMN meraup 13,5 miliar dolar AS atau setara Rp202,5 triliun.

Sebanyak 80 persen kesepakatan investasi dan pembiayaan itu berupa kemitraan strategis (strategic partnership), sedangkan sisanya merupakan pembiayaan proyek dan investasi pasar modal. Kerja sama investasi ini memungkinkan 14 BUMN mendapatkan dana segar dari investor.

Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Silvano Rumantir menegaskan kerja sama ini bukan utang, sehingga kontrol dari proyek itu tetap ada di BUMN.

PT Pertamina Persero mendapatkan investasi dengan nilai terbesar, yakni 6,5 miliar dolar AS untuk membangun proyek pabrik bahan baku petrokimia berskala internasional dengan perusahaan minyak dan gas Taiwan, CPC Corporation.



Prospek investasi

Usaha untuk terus melibatkan pihak swasta dalam proyek infrastruktur membutuhkan prospek investasi jangka panjang yang positif.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan prospek investasi jangka panjang Indonesia cerah selama aspek demografi, teknologi, dan peningkatan produktivitas terus bisa dijaga.

Ia menjelaskan bahwa selama ini cukup banyak investor asing, perusahaan asuransi, dan reksadana yang tertarik untuk mempelajari instrumen-instrumen pembiayaan infrastruktur seperti sekuritisasi.

Tom mengatakan pemerintah tengah mengupayakan untuk menarik investor yang menanamkan modalnya jangka panjang, sehingga langkah untuk menjaga dan meningkatkan fundamental ekonomi menjadi penting. Penguatan fundamental melalui sektor infrastruktur telah mulai dijalankan oleh pemerintah untuk mendukung produktivitas dan efisiensi dari perekonomian.

Ditemui di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018, Deputy Chairman and Chief Executive HSBC Asia Pacific Peter Wong mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk merealisasikan pembangunan proyek infrastruktur dengan melihat kebutuhan sektor swasta.

Namun demikian, terdapat beberapa isu yang menjadi salah satu faktor penghambat peningkatan keterlibatan sektor swasta, di antaranya keterbatasan kapasitas sumber daya dalam penyelesaian proyek berskala besar.

Selama ini, BUMN dengan dukungan Kementerian BUMN berupaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya dengan mencari sumber pendanaan dari pasar keuangan melalui berbagai inovasi instrumen pembiayaan dan membangun kemitraan dengan sektor swasta lainnya.

Melalui kemitraan strategis, BUMN diharapkan juga mendapatkan pembelajaran dari keahlian sektor swasta untuk pembangunan infrastruktur dengan kualitas sesuai dengan standar internasional.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Sumit Dutta menjelaskan bahwa pemerintah dan pihak swasta membutuhkan skema pembiayaan yang solutif demi menunjang keberlanjutan pembangunan proyek infrastruktur di masa mendatang.



Skema inovatif

Pemerintah terus mengupayakan skema inovatif melengkapi pembiayaan konservatif dari APBN untuk membantu mengatasi permasalahan pembiayaan dalam membangun infrastruktur.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengemukakan bahwa pemerintah telah menerbitkan berbagai produk keuangan inovatif untuk infrastruktur, misalnya, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA), Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), dan Komodo Bond.

Pemerintah mendorong penerbitan instrumen pembiayaan infrastruktur alternatif lainnya, seperti Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA) dan Obligasi Pemerintah Daerah. Peraturan untuk skema konsesi terbatas (limited concession scheme/LCS) juga tengah dikembangkan.

Darmin melanjutkan bahwa pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan untuk meningkatkan kepercayaan bagi investor dengan menyediakan kemudahan dan berbagai alternatif transaksi lindung nilai terhadap risiko nilai tukar rupiah. Beberapa contohnya adalah call spread options dan domestic non-deliverable forward.

Terlepas dari inisiatif-inisiatif tersebut, pemerintah menyadari bahwa kerja sama dengan dunia internasional juga masih diperlukan untuk terus mengembangkan skema pembiayaan infrastruktur yang inovatif.*

Baca juga: Tekan tensi perang dagang, hentikan "masa kelam"

Baca juga: Kolaborasi pemerintah-swasta-donor jawaban atas keraguan berinvestasi SDGs



 



 

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018