"PLK1 dapat digunakan untuk strategi pengobatan hepatitis C"
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Indonesia dari Lembaga Eijkman, Korri Elvanita El Khobar S.Si, M.Phil, PhD, berhasil menemukan bakal pengobatan kanker hati melalui identifikasi protein polo like kinase 1 (PLK1) yang ada di dalam tubuh manusia,  yang bereaksi terhadap virus hepatitis.

"Identifikasi adanya gen PLK1 ini dapat digunakan sebagai penanda terjadinya kanker hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C," kata Korri di Lembaga Eijkman Jakarta, Kamis.

Penemuan ini merupakan yang pertama di dunia dalam tesis yang diajukan Korri untuk meraih gelar Doctor of Philosophy di University of Sidney.

Korri juga mengungkapkan, PLK1 juga bisa berfungsi untuk penanda deteksi kanker hati maupun sebagai skrining tingkat keparahan penyakit hati pada penderita hepatitis C.

Molekul PLK1 yang ada di dalam tubuh manusia akan berubah ketika ada virus hepatitis C yang masuk ke dalam tubuh. Bila sudah terinfeksi virus, unsur ini akan memberikan tanda-tanda atau gejala yang akan mengarah kepada keganasan suatu penyakit hati.

Dengan ditemukannya tanda-tanda awal kanker hati melalui molekul PLK1 ini, dokter bisa melakukan pencegahan lebih dini.

Lebih lagi, Korri memberikan catatan PLK1 juga bisa diterapkan pada penyakit Hepatitis B berdasarkan studi yang mengatakan PLK1 berperan dalam proses patogenesis virus hepatitis B. Yang artinya metode ini bisa diterapkan sebagai penanda deteksi kanker hati pada penderita hepatitis C maupun hepatitis B.

Selain itu, PLK1 juga bisa berpotensi untuk dijadikan pengobatan dengan metode target terapi baru untuk kanker hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C.

"PLK1 dapat digunakan untuk strategi pengobatan hepatitis C pada masa yang akan datang, terutama apabila resistensi obat menjadi masalah klinis, dengan cara mengurangi risiko timbulnya resistensi obat," papar Korri.

Namun hasil penelitian PLK1 yang dilakukan Korri ini merupakan tahapan sangat awal atau dasar, dan membutuhkan penelitian lebih lanjut agar bisa menjadi produk pengobatan yang diterapkan kepada pasien.

Ketua Unit Hepatitis sekaligus Deputi Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Profesor David Handojo Muljono mengatakan penemuan Korri ini apabila terus dikembangkan bisa menjadi pemecahan masalah banyaknya kasus kanker yang ditemui dalam stadium lanjut.

Prof David menganalogikan penemuan Korri ibarat penemuan listrik oleh Thomas Alfa Edison yang memerlukan penelitian lebih lanjut agar bisa menciptakan bola lampu.

Oleh karena itu David berharap adanya estafet penelitian oleh peneliti lain dari lembaga lain, serta dukungan pemerintah dan swasta untuk mengembangkan bakal pengobatan yang sangat berpotensi menjadi produk pengobatan yang bisa diterapkan bagi kepentingan masyarakat luas.

Korri melakukan penelitian tersebut secara individu selama 3,5 tahun di Australia sebagai tesis untuk meraih gelar doktor. David mengharapkan Korri segera mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual atas penelitian tersebut agar bisa dikembangkan di Indonesia.

Menurut David, hasil penelitian Korri juga bisa menjawab kemandirian obat dalam negeri yang dihasilkan oleh sumber daya manusia Indonesia secara langsung tanpa perlu bergantung impor obat dari negara lain.



Baca juga: Tiga peneliti muda Indonesia dapat penghargaan dari Prancis

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018