Mosul, Irak (ANTARA News) - Mulai dari kekurangan ranjang rumah sakit dan kamar darurat, sampai kekurangan perawatan pasca-trauma, hingga perawatan ibu dan anak, ribuan warga Mosul kembali ke tempat tinggal mereka yang diporak-porandakan pertempuran.

Sejak pasukan Irak membebaskan kota terbesar kedua di Irak satu tahun lalu, Pemerintah Irak belum membangun kembali sebagian besar wilayah kota itu yang porak-poranda, belum lagi lembaga kesehatan yang sangat memburuk dan prasarana yang hancur.

Di instalasi pasca-operasi yang dikelola oleh Medecins Sans Frontieres (MSF) di Mosul Timur, Saqar Badir tergeletak di ranjang. Ia menanti operasi penting untuk memperbaiki kaki kanannya tulangnya bergeser sebab ia telah menderita akibat dua operasi yang gagal di klinik swasta.

Saqar, montir mobil yang berumur 26 tahun, ditembak oleh penembak gelap IS saat ia menyelamatkan diri dari rumahnya di permukiman yang dikuasai IS di Mosul pada Juni lalu, dan diselamatkan oleh keluarganya.

Saqar berharap ia dapat melanjutkan pekerjaan untuk menunjang keluarganya, yang menderita kemiskinan parah seperti kebanyakan warga di kota tersebut.

"Sekarang saya hanya hidup dari bantuan orang. Saya datang ke sini untuk menjalani operasi sebab saya tak mempunyai uang," kata Saqar, sebagaimana dikutip Xinhua, di Jakarta, Senin siang. Namun, jika pengobatannya gagal lagi, ia bisa menghadapi resiko diamputasi.

"Saat ini, Mosul memiliki 1,8 juta warga, sembilan dari 13 rumah sakitnya hancur. Dulu tersedia 3.500 ranjang sedangkan sekarang hanya tersisa kurang dari 1.000," kata Heman Nagarathnam, Kepala Misi MSF di Irak, kepada Xinhua.

"Perawatan kesehatan dasar tak tersedia, tapi keperluan kesehatan sangat besar. Sebanyak 70 persen dari kapasitas sesungguhnya dalam bidang kesehatan tak lagi tersedia," katanya.

Kehancuran tersebar luas di kota tua Mosul, tempat temperatur sehari-hari pada musim panas dapat mencapai 50 derajat Celsius.

Puing yang berserakan, bahan peledak yang tidak meledak, kekurangan akut listrik, air, kebersihan dan layanan dasar lain menimbulkan ancaman kesehatan bagi orang yang pulang ke tempat tinggal mereka.

"Kami memiliki satu rumah sakit di bagian barat Mosul, rata-rata 95 persen kasus darurat disebabkan oleh ranjau, perangkap di dalam rumah dan luka," kata Nagarathnam.

Ketika berbicara mengenai dampak kesehatan yang luas, Nagarathnam menyatakan "kondisi bencana" dapat muncul mengingatkan kenyataan bahwa perawatan primer dan sekunder tidak tersedia di Mosul.

Akses ke layanan perawatan kesehatan adalah tantangan sehari-hari buat ribuan anak dan orang dewasa di Mosul, sebab penduduk kota itu bertambah setiap hari saat orang yang kehilangan rumah pulang ke tempat tinggal mereka.

Pada Mei saja, lebih dari 45.000 orang pulang ke rumah mereka di Mosul, sementara sistem kesehatan belum pulih dan ada jurang pemisah lebar antara ketersediaan layanan kesehatan dan keperluan penduduk yang bertambah.

"Kita perlu membangun kembali instalasi kesehatan di ini dan juga memastikan semuanya tersedia dan terjangkau," kata Nagarathnam, yang menyerukan upaya nasional serta internasional guna membangun kembali prasarana kesehatan di kota tersebut.

Baca juga: Angelina Jolie kunjungi Mosul sebagai utusan badan pengungsi PBB

Baca juga: UEA tawarkan bantuan rekonstruksi masjid bersejarah di Mosul

Baca juga: PBB: ISIS eksekusi 741 warga sipil selama pertempuran Mosul

Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018