Moskow (ANTARA News) - Enerjik, disiplin, dan tajam, Prancis menjuarai Piala Dunia pada berkat kemenangan 4-2 atas Kroasia, Minggu (15/7), bahkan dengan pencapaian seperti itu, masih tersisa perasaan bahwa tim muda asuhan Didier Deschamps ini masih dapat mengembangkan permainannya.

Dengan talenta kunci dalam diri Kylian Mbappe yang baru berusia 19 tahun dan skuat termuda peringkat kedua di turnamen akbar ini, kejayaan ini dapat menjadi awal dari era yang layak dikenang untuk sepak bola Prancis.

Deschamps mendapat banyak kritik untuk penampilan membosankan dua tahun silam, ketika Prancis kalah dari Portugal pada final Piala Eropa 2016 di Paris, namun kini para pengkritiknya akan bungkam.

Ketika ia tetap menjadi pelatih yang fokus pada menciptakan struktur organisasi yang solid, kali ini ia memiliki formula tambahan dalam kecepatan dan kemampuan Mbappe untuk mendampingi kecerdasan Antoine Griezmann dan kehadiran fisik dan kecermatan memilih posisi dari Olivier Giroud.

Ini bukan Prancis 1984, juara Eropa dengan jenius kreatif dalam diri Michel Platini dan Jean Tigana dan ini merupakan tim dengan pengalaman yang lebih minim dibanding skuat yang menjuarai Piala Dunia 1998, yang didominasi Zinedine Zidane yang brilian.

Bagaimanapun, ini merupakan tim modern, dengan pemain-pemain muda berteknik tinggi, identitas berbeda, dan tidak memiliki titik lemah yang terlihat jelas.

"Kami tidak memainkan permainan terbaik namun kami memperlihatkan kualitas mental. Dan kami mencetak empat gol. Mereka layak untuk menang," kata Deschamps dan hal itu sulit dibantah.

Baca juga: Mbappe pemain termuda cetak gol final Piala Dunia setelah Pele

Kesuksesan mereka sangat layak didapat -- praktis tidak ada tim selengkap Prancis di turnamen ini.

Setelah memuncaki grup, mereka mengungkap bakatnya dalam melakukan serangan balik dan kengerian yang dapat dihadirkan Mbappe saat menang 4-3 atas Argentina, namun pertandingan yang benar-benar memperlihatkan karakter mereka adalah saat mendulang kemenangan di perempat final dan semifinal, atas Uruguay dan Belgia.

Baca juga: Luka Modric raih Golden Ball, Courtois kiper terbaik Piala Dunia 2018

Tidak tampilkan permainan terbaik

Prancis tidak menampilkan permainan terbaiknya di final, saat Kroasia menikmati lebih banyak penguasaan bola dan pertahanan mereka beberapa kali kesulitan untuk mengatasi pergerakan langsung dan kecepatan pemain sayap Ivan Perisic.

Bahkan yang membawa pasukan Deschamps memimpin adalah gol bunuh diri dan penalti yang didapat setelah peninjauan video, namun saat Paul Pogba mengemas gol ketiga dan Mbappe menyumbang gol keempat, gelar telah berada dalam genggaman.

Hal yang membuat hasil ini semakin impresif adalah mereka memenangi final tanpa kontribusi besar dari Ngolo Kante, jangkar pertahanan dan pelindung terbaik lini belakang, yang telah membentuk kemitraan yang padu dengan Pogba di lini tengah.

Kante mendapat kartu kuning pada menit ke-27 dan agresifitasnya menurun jauh setelah itu, namun kekuatan dari sisi kedalaman membuat Deschamps mampu memasukkan Steven Nzonzi pada menit ke-55.

Dengan Nzonzi mendominasi lapangan tengah, Prancis menjadi lebih kuat dan dua gol terakhir mereka tercipta setelah perubahan itu.

Baca juga: Tiga alasan Prancis layak juara Piala Dunia

Sebagaimana yang ia lakukan sepanjang turnamen ini, Pogba memainkan disiplin taktik yang hebat saat berperan sebagai pemain bertahan namun ia tetap mampu bergerak naik untuk kemudian mencetak gol krusial untuk mengubah skor menjadi 3-1.

Namun tidak diragukan lagi pemain yang menangkap imajinasi di tim ini adalah Mbappe, yang kecepatannya yang mengerikan kerap menutupi sentuhan dan kemampuan istimewa.

Dengan pengalaman, kemampuannya dalam mengambil keputusan akan semakin membaik dan ia semestinya dapat menghadirkan ancaman yang lebih besar pada Piala Eropa 2022.

Baca juga: Pendukung Prancis bersuka cita dari Paris sampai Moskow

Tim Prancis yang relatif masih muda ini bukan jaminan akan adanya perkembangan, dan mereka akan perlu memperlihatkan rasa lapar dan hasrat yang sama seperti yang diperlihatkan Kroasia sepanjang turnamen.

Namun sulit merasa bahwa tim asuhan Deschamps ini tidak memiliki lebih banyak potensi dan mampu mencapai sesuatu yang istimewa jika mereka mengeluarkannya.

Argentina dan Kroasia menekan Prancis dengan begitu keras, dan kedua tim itu kemasukan empat gol.

Hal itu benar-benar sentuhan khas sang juara.

(H-RF/I015)

Pewarta: Antara
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018