Perserikatan Bangsa-Bangsa (ANTARA News) - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjatuhkan embargo senjata terhadap Sudan Selatan pada Jumat, hampir lima tahun setelah perang saudara meletus di negara itu.

Resolusi rancangan Amerika Serikat soal penetapan embargo itu mendapat memerlukan dukungan sedikit-dikitnya sembilan suara, lapor Reuters.

Sementara itu, Rusia, China, Ethiopia, Bolivia, Guinea Khatulistiwa dan Kazakhstan memilih abstain. Mereka berhati-hati atas pemungutan suara di tengah upaya di kawasan tersebut untuk menghidupkan kembali upaya perdamaian Sudan Selatan.

Negara Barat beserta sejumlah pejabat tinggi PBB telah sekian lama mendesak agar embargo senjata diterapkan atas Sudan.

Upaya AS menerapkan langkah tersebut pada Desember 2016, di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama, tidak berhasil mendapatkan suara dalam jumlah cukup.

Sudan Selatan, yang pada 2011 berpisah dari tetangganya di utara, Sudan, terbelenggu perang saudara sejak 2013.

Perang itu disulut persaingan politik antara Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya, Riek Machar. PBB menuduh semua pihak melakukan pembantaian dan PBB mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya pembersihan suku.

Pasukan penjaga perdamaian PBB telah ditempatkan di wilayah itu sejak Sudan Selatan meraih kemerdekaan pada 2011. Jumat lalu, pemerintah dan oposisi menandatangani kesepakatan soal pengaturan keamanan, yang merupakan tindak lanjut dari gencatan senjata bulan lalu.

Sebelum pemungutan suara dilakukan, Duta Besar Ethiopia untuk PBB, Tekeda Alemu, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa embargo senjata akan merusak proses perdamaian. Ia juga mengatakan bahwa Uni Afrika beserta kelompok kawasan Afrika Timur, IGAD, meyakini bahwa "sekarang bukan saat yang tepat untuk menerapkan tindakan seperti itu".

Duta Besar China untuk PBB Ma Zhaoxu mengatakan Dewan Keamanan harus mendengarkan pandangan para pemimpin Afrika mengenai masalah tersebut.

Duta Besar Sudan Selatan untuk PBB Akuei Bona Malwal, mengatakan kepada Dewan bahwa resolusi tersebut akan "merongrong perdamaian" dan adalah "tamparan bagi organisasi yang berusaha membawa perdamaian di Sudan Selatan".

Namun, parlemen Sudan Selatan pada Kamis memutuskan untuk memperpanjang mandat Kiir hingga 2021. Langkah itu kemungkinan akan merusak pembicaraan perdamaian karena kelompok-kelompok oposisi telah menyatakan akan menganggap perubahan sebagai tindakan ilegal.

Duta Besar Inggris untuk PBB Karen Pierce mengatakan setelah pemungutan suara, "Resolusi ini bukan soal proses perdamaian. Resolusi ini dirancang untuk melindungi rakyat Sudan Selatan. Kami berharap proses perdamaian berlanjut."

(Uu.T008/B002)

Pewarta: LKBN Antara
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018