Jakarta (ANTARA News) - Bulan Ramadhan tinggal tersisa beberapa hari lagi. Dalam hitungan jari, umat Islam di seluruh dunia akan merayakan hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri.

Meski sebentar lagi berakhir, Ramadhan tahun ini meninggalkan kesan yang membekas bagi Kevin Wibisana yang pertama kalinya menjalani puasa di Benua Afrika, tepatnya di Negara Aljazair.

Kevin bertolak ke Aljazair beberapa bulan sebelum bulan puasa karena permintaan perusahaan di mana Ia bekerja, yaitu salah satu perusahaan kontruksi milik pemerintah.

Tentu bukan mudah baginya menjalankan puasa di benua yang sarat akan gurun dan kehidupan safari tersebut.

Ditambah cuaca yang ekstrem serta waktu puasa yang lebih lama dari Indonesia.

"Cukup berat karena dari segi waktu, di sini berpuasa lebih lama, dari pukul 03.50 dan berbuka pukul 19.55, suhunya juga cukup ekstrem, kalau lagi panas bisa mencapai 40 derajat," tuturnya.

Kevin tinggal Kota Ain Defla, Provinsi Ain Defla, namun ia bekerja di Kota Khemis Milliana.

Provinsi Ain Defla adalah salah satu provinsi di utara Aljazair, terletak di Barat Daya Aljir, ibu kota Aljazair. Beberapa kotamadya yang terletak di provinsi ini antara lain Miliana, Hammam Righa dan Aïn Torki. Provinsi yang memiliki luas 4.897 kilometer itu dihuni sebanyak 771.890 jiwa (2008).

Sementara itu, kotanya sendiri, Ain Defla dijuluki "Oppidum Novum" pada zaman romawi dan sisa "Oppidum Novum" itu masih ada sampai saat ini.

Kota didirikan pada abad ke-20 oleh seorang tentara bernama Ahmed Mahmoudi dari pangkat agha, dengan gagasan menyatukan penduduk pribumi dari desa-desa di wilayah tersebut.

Wilayah medan yang tidak rata ini, yang dianggap tidak stabil dan berbahaya oleh Prancis selama Perang Aljazair, karena alasan ini telah dinyatakan sebagai zona terlarang. Pada 1990-an, wilayah yang sama adalah benteng pertahanan kelompok Islam.

Sementara itu, Khemis Miliana sebuah kota di Aljazair Utara dihuni sekitar 84.574 jiwa. Kota yang dikenal dengan kota universitas ini dikenal dengan nama Malliana pada zaman romawi, kemudian diganti menjadi Affreville pada zaman era kolonial Prancis.

Setiap hari berpindah kota untuk bekerja tentu tidak gampang bagi Kevin ditambah dalam kondisi sedang puasa. Tidak hanya berada di dalam ruangan kantor yang sejuk, ia juga harus bekerja di lapangan, menahan terik sinar matahari yang menyengat.

"Jam kerja saya dari pukul 08.00 sampai pukul 19.00, yang berat sekali saat saya kerja di lapangan, apalagi saat suhunya sedang panas," tuturnya.

Setelah berbuka pada pukul 08.00, langsung disambung ibadah salat tarawif pukul 21.30 hingga 23.00.

Berbicara mengenai menu berbuka puasa, kata Kevin, umumnya tidak ada banyak perbedaan, yaitu kurma dan manisan.

Kevin menceritakan yang membuat berbeda adalah semua restoran serentak menjual makanan manis, seperti kue tart dan manis-manisan khas Aljazair.

"Jadi, restoran pizza atau shwarma pun di sini ketika bulan Ramadhan, mereka tidak menjual pizza atau shwarma lagi, tetapi mereka hanya menjual manisan," katanya.


Bagi-bagi Takjil

Layaknya di Indonesia, jelang buka puasa biasanya banyak orang yang membagikan takjil entah di jalan-jalan maupun di masjid, di Aljazair pun demikian.

Banyak restoran yang berbondong-bondong membagikan takjil di bulan berkah ini.

Kevin pun sempat kebagian salah satunya, yang mana bisa menghemat pengeluaran selama jauh dari Tanah Air.

"Saya pernah beberapa kali diberikan roti dan kue tart secara gratis untuk berbuka puasa," ujarnya.

Untuk menu sahur, umumnya adalah roti atau couscous.

Sekilas couscous ini mirip seperti nasi, namun butiran kecil itu berasal dari gandum mentah yang dipecahkan dengan bentuk akhir menyerupai semolina, yaitu zat tepung dan biji gandum.

Couscous biasanya dihidangkan dengan olahan daging atau menjadi nasi kebuli.

Penganan yang kayak akan serat dibandingkan nasi itu sangat terkenal di negara-negara Afrika dan Timur Tengah, seperti Mesir, Lebanon, Maroko, Tunisia, Libya dan Arab.

Meski beragam pilihan makanan, Kevin tetap mencintai dan merindukan makanan Indonesia, terutama yang sangat khas untuk berbuka puasa di bulan Ramadan.

"Kangen jajanan takjilnya, di Indonesia lebih beragam makanan untuk berbuka," ujarnya disertai tawa.


Baca Al Quran di Tiap Sudut Kota

Kevin tidak sendirian dalam menghadapi tantangan berpuasa di bawah cuaca ekstrem Afrika, Husni Mubarrak A Latief, warga asli Aceh yang pernah merasakan pengalaman serupa.

Husni yang menyelesaikan pendidikan mulai S1 hingga S3 di Afrika, rupanya sudah khatam dalam menghadapi cuaca ekstrem saat puasa di Afrika.

Ia menempuh pendidikan S1 di Fakultas Syariah Al Azhar Kairo, Mesir, kemudian melanjutkan S2 dan S3 Studi Perbandingan Madzhab atau "Fiqih Muqaran" di Omdurman Islamic University, Sudan.

"Perbedaan terbesar saya rasa faktor cuaca, karena saya jalani puasa di Mesir ketika musim dingin, harinya lebih singkat. Sedangkan, pas di Sudan sedang musim panas, jadi harinya lebih panjang," katanya.

Kendati demikian, dia bisa merasakan suasana relijius yang hidup selama Ramadhan, baik di Mesir maupun di Sudan.

Fenomena baca Al Quran di setiap sudut kota dan bus merupakan pemandangan yang biasa di sana selama ia tinggal di sana.

Hal itu lah yang membuat makna Ramadhan sangat meresap ke sanubari Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh itu.

Dia menambahkan kegiatan Ramadhan aktif mulai zuhur, termasuk untuk membagikan takjil gratis di jalanan, jadi jarang sekali restoran yang buka di pagi hari.

Buka puasa adalah momentum yang paling ditunggu oleh umat yang sedang berpuasa, dan baik di Mesir maupun Sudan juga sangat melimpah tawaran buka puasa gratis.

"Kalau di Mesir namanya Maidatur Rahman, jamuan Tuhan. Kalau di Sudan, mereka suka mengajak buka bersama meskipun tidak kenal, di halaman rumahnya dengan membentang tikar, pokoknya suasananya sangat terasa," katanya.

Selain itu, Husni menceritakan di Mesir khas sekali dengan vinus, atau lampu kelap-kelip yang dipasang sepanjang malam saat menyambut Bulan Suci Ramadhan.

"Ya, untuk menghidupkan suasana Ramadhan, vinus banyak di pasang di rumah, pasa dan toko," katanya.

Sementara di Sudan sendiri tidak jauh berbeda dengan Indonesia, salah satu persamaannya adalah mencari minuman dingin.

"Di sana namanya Hilwumur, minuman penyegar campur rasa manis pahit," ujarnya.

Di tengah tantang berpuasa di Afrika, baik dari segi cuaca dan lama puasa, Kevin dan Husni justru menemukan kenimmatan tersendiri yang menambah rasa syukur kepada Allah SWT.
 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018