Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam penyidikan dalam penyidikan kasus korupsi KTP-elektronik (KTP-e) di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

"Saksi Nurhayati tidak datang. Tadi, Penasihat Hukum mengirimkan surat permintaan jadwal ulang karena yang bersangkutan sedang ada kegiatan dinas ke Lithuania tanggal 4 sampai 10 Juni 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.

Febri menyatakan lembaganya akan menjadwalkan kembali pemanggilan terhadap Nurhayati yang juga Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI itu.

"Penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan. Waktu akan disesuaikan dengan kebutuhan dan strategi penyidikan," ucap Febri.

Sedianya, KPK pada Selasa akan memeriksa Nurhayati sebagai saksi untuk dua tersangka dalam kasus korupsi KTP-e masing-masing Irvanto Hendra Pambudi yang merupakan keponakan Novanto dan Made Oka Masagung, pengusaha sekaligus rekan Novanto.

Menurut Febri, keterangan Nurhayati dibutuhkan untuk mengkonfirmasi dugaan aliran dana KTP-e pada sejumlah pihak.

"Beberapa fakta persidangan tentang penyerahan uang terkait KTP-e pun menjadi salah satu poin yang diperhatikan," ungkap Febri.

Nama Nurhayati sempat disebut oleh Irvanto yang menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugina Sudihardjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/5).

Irvanto dalam persidangan itu merinci sejumlah uang yang ia serahkan kepada anggota DPR lainnya, yaitu mantan Ketua Komisi II Chairuman Harahap sebesar 500 ribu dolar AS dan satu juta dolar AS, selanjutnya Melchias Markus Mekeng satu juta dolar AS, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar 500 juta dolar AS dan satu juta dolar AS, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Jafar Hafsah 500 ribu dolar AS dan 100 ribu dolar AS, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Assegaf 100 ribu dolar AS.

Irvanto dan Made Oka telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi KTP-e pada 28 Februari 2018.

Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.

Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018