Mereka belum memberikan persyaratan apa pun yang tidak dapat diterima AS."
Seoul (ANTARA News) - Korea Utara (Korut) menyatakan keinginannya untuk "denuklirisasi penuh" di semenanjung Korea dan tidak menginginkan persyaratan, seperti penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Korea Selatan (Korsel) pada awalnya, kata Presiden Korsel Moon Jae-in.

"Korut menyatakan keinginan untuk denuklirisasi penuh," kata Moon kepada wartawan, layaknya dikutip Reuters, Kamis.

Moon mengatakan bahwa gambaran besar kesepakatan tentang pemulihan hubungan di antara kedua Korea dan AS seharusnya tidak sulit dicapai melalui pertemuan Korut dengan Korsel dan Korut dengan AS dalam upaya mengendalikan program nuklir dan peluru kendali Korut.

"Mereka belum memberikan persyaratan apa pun yang tidak dapat diterima AS, seperti penarikan pasukan Amerika dari Korsel. Semua yang mereka ungkapkan adalah berakhirnya kebijakan bermusuhan terhadap Korut, diikuti jaminan keamanan," katanya.

Baca juga: Dua Korea makin mesra

Korut mempertahankan program persenjataannya, yang menyimpang dari resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), sebagai alat pencegah yang diperlukan terhadap permusuhan AS. AS menempatkan 28.500 pasukan di Korsel, warisan dari Perang Korea 1950--1953.

Korut mengatakan selama bertahun-tahun bahwa mereka dapat mempertimbangkan untuk menyerah pada persenjataan nuklirnya, jika AS menarik pasukannya dari Korsel dan menarik kembali payung nuklir dari Korsel dan Jepang.

Baca juga: Nikkei: Kim Jong Un ingin lanjutkan perundingan perlucutan senjata

Korsel mengumumkan pada Rabu (18/4) bahwa mereka sedang mempertimbangkan bagaimana mengubah gencatan senjata satu dekade dengan Korut ke dalam perjanjian damai saat mempersiapkan pertemuan puncak antara Korut-Korsel bulan ini.

Korut yang tertutup, serta Korsel yang kaya dan demokratis secara teknis masih berperang karena konflik 1950--1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai atau pernyataan perang berakhir.

Moon juga mengatakan bahwa melihat kemungkinan perjanjian damai, atau bahkan bantuan internasional untuk perekonomian Korut, jika Korut melakukan denuklirisasi.

Baca juga: Korsel dan Jepang janji bermitra terkait isu Korut

Namun, dia juga mengatakan pertemuan puncak itu memiliki "banyak kendala," karena kedua Korea tidak bisa membuat kemajuan terpisah dari pertemuan puncak Korut-AS, dan tidak bisa mencapai kesepakatan melebihi sanksi internasional.

"Jadi, pertama pertemuan puncak Korsel-Korut harus membuat awal yang baik, dan perbincangan antara kedua Korea kemungkinan harus berlanjut setelah kita melihat hasil pertemuan Korut-AS," kata Moon.

Direktur CIA AS Mike Pompeo mengunjungi Korut pekan lalu dan bertemu dengan pemimpin Kim Jong-un yang membentuk "hubungan baik", demikian Presiden AS Donald Trump pada Rabu (18/4), menjelang pertemuan puncak yang direncanakan untuk Mei atau Juni.

Baca juga: Trump ungkap perundingan pembebasan warga AS di Korut

Baca juga: Direktur CIA gelar pertemuan rahasia dengan Kim Jong-un


Sementara itu, Korut akan mengadakan rapat pleno dari komite pusat partai yang berkuasa pada Jumat, menurut laporan media pemerintah Korut KCNA, Kamis.

Pertemuan itu diadakan untuk membahas dan memutuskan "masalah kebijakan tahap baru" untuk memenuhi tuntutan "masa penting bersejarah" saat ini, demikian laporan KCNA.

Baca juga: Trump: pertemuan dengan Kim Jong-un "Mei atau awal Juni"

Pewarta: -
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018