Meski Israel punya hak untuk melindungi daerah perbatasan mereka, penggunakan kekerasan harus selalu proporsional."
Yerusalem (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman pada Minggu menolak desakan untuk menggelar penyelidikan terkait pembunuhan terhadap 15 pengunjuk rasa asal Palestina oleh tentara pada Jumat lalu (30/3) di daerah perbatasan Gaza - Israel.

Hamas, kelompok dominan di Gaza, mengatakan bahwa lima orang yang tewas adalah anggota dari sayap bersenjata mereka.

Sementara itu, Israel memberikan keterangan berbeda dengan mengatakan delapan dari 15 korban adalah anggota Hamas, organisasi yang masuk ke dalam daftar hitam terorisme Israel.

Baca juga: Pasukan Israel tewaskan 16 warga Palestina dalam aksi protes di Gaza

Menanggapi insiden itu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Anonio Guterres mendesak adanya penyelidikan independen terkait pertumpahan darah pada Jumat.

Baca juga: Sekjen PBB minta kekerasan di Gaza diselidiki

Tuntutan itu kemudian diulangi oleh kepala badan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, Amnesti Internasional, dan partai oposisi sayap kiri di Israel Meretz.

"Tentara Israel melakukan apa yang harus mereka lakukan. Saya justru berpendapat tentara kami layak mendapatkan penghargaan," kata Lieberman kepada stasiun radio militer Israel.

Ia menimpali, "Sementara itu, soal pembentukan komisi penyelidikan, tidak akan ada hal tersebut."

Puluhan ribu warga Palestina berkumpul pada Jumat di sepanjang pagar pembatas antara Gaza dan Israel.

Baca juga: Kekerasan surut di perbatasan Gaza-Israel

Mereka mendirikan tenda-tenda dan berencana untuk menggelar demonstrasi selama enam pekan berturut-turut untuk menuntut kembalinya pengungsi Palestina dan keturunannya di wilayah Israel.

Namun, sebagian di antara mereka tidak mengindahkan seruan dari pemimpin demonstran untuk menjauh dari pagar pembatas.

Pihak militer mengatakan bahwa beberapa di antara korban, telah menembakkan senjata api ke arah tentara Israel, menggelindingkan ban roda yang terbakar, dan melempar batu serta bom molotov ke arah perbatasan.

"Penggunaan amunisi mematikan harus menjadi bagian dari investigasi yang independen dan transparan," kata Mogherini, dalam pernyataan tertulis pada Sabtu.

Ia menambahkan, "Meski Israel punya hak untuk melindungi daerah perbatasan mereka, penggunakan kekerasan harus selalu proporsional."

Baca juga: PBB khawatir situasi di Gaza memburuk dalam beberapa hari

Demonstrasi di perbatasan Gaza rencananya akan mencapai puncak pada 15 Mei 2018, saat warga Palestina memeringati hari Nakba terkait saat ratusan ribu orang terusir dari rumahnya pada 1948, bertepatan dengan terbentuknya negara Israel.

Israel sudah sejak lama menolak hak para pengungsi itu untuk kembali karena khawatir akan kehilangan status mayoritas mereka sebagai negara Yahudi.

Pada Sabtu (31/3), tentara Israel kembali menggunakan senjata api dan peluru karet sehingga melukai 70 pengunjuk rasa Palestina di sekitar perbatasan.

Sejumlah saksi mengatakan bahwa para demonstran itu sempat melemparkan batu ke arah tentara.

Israel mengatakan bahwa Hamas memanfaatkan demonstrasi itu untuk mengalihkan frustasi dua juta warga Gaza yang kini harus bertahan menghadapi kesulitan ekonomi.

Baca juga: AS dituduh "halangi" PBB keluarkan pernyataan tentang Jalur Gaza

Pewarta: -
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018