Washington (ANTARA News) - Badan Pertahanan Peluru Kendali Amerika Serikat (MDA) mendapatkan lonjakan anggaran pada 2018 ke tingkat tertinggi, mencapai 40 persen dibanding tahun lalu, sehingga totalnya setara nilai Rp158 triliun, demikian keterangan ketua MDA berkaitan dengan rencana penggunaan pesawat nirawak bersenjata guna menghadapi Korea Utara.

Di tengah peningkatan ketegangan atas program peluru kendali (rudal) nuklir Korea Utara, rancangan undang-undang di Parlemen Amerika Serikat (AS) meningkatkan pendanaan pertahanan dan memberi MDA kenaikan 40 persen atau setara Rp45,5 triliun lebih banyak daripada tahun anggaran 2017.

Parlemen menyetujui rancangan undang-undang pengeluaran 1,3 triliun dolar AS untuk membiayai agen federal dan mencegah penutupan pemerintah menjelang tenggat Jumat tengah malam waktu setempat.

Senat AS belum memberikan suara pada rancangan undang-undang tersebut.

Pemberian dari parlemen akan mewakili anggaran terbesar MDA, menurut Tom Karako, mitra senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional, seperti dikutip Reuters.

MDA adalah unit dari Kementerian Pertahanan AS (Pentagon).

Rancangan undang-undang itu membantu mendanai perluasan pranata Pertahanan Lintas Batas (GMD) berbasis darat terdiri dari jaringan radar, rudal anti-balistik, dan peralatan lain yang dirancang untuk melindungi AS dari rudal balistik antarbenua.

Pada saat sama, RUU itu akan meningkatkan pendanaan untuk pengembangan dan penggunaan perangkat penghancur yang dirancang ulang, yaitu sebuah hulu ledak yang dirancang untuk mencegat dan menghancurkan rudal yang tengah terbang.

Selama dengar pendapat Komite Angkatan Bersenjata Senat tentang Pasukan Strategis pada hari Kamis, kepala MDA Letnan Jenderal Samuel Greaves mengatakan dia terus mengeksplorasi penggunaan drone untuk menembak jatuh rudal segera setelah mereka diluncurkan.

Senator Tom Cotton, dari Partai Republik, mempertanyakan apakah rencana tersebut merupakan prioritas MDA untuk menciptakan jaring udara yang efektif di atas Semenanjung Korea dengan UAV, baik berupa sensor dan senjata, di perairan internasional yang berpotensi mencegah rudal Korea Utara meninggalkan landasan peluncuran.

Greaves mengatakan itu adalah prioritas tinggi tetapi mereka masih mengembangkan teknologinya. Upaya semacam itu akan mendorong AS untuk terus membuat drone di berbagai negara yang mengancam AS dengan potensi serangan rudal balistik.

Setelah peluru kendali balistik diluncurkan ke wilayah AS, pesawat nirawak akan berada dalam kedudukan untuk menembak jatuh setelah peluncuran peluru kendali itu dan sebelum keluar dari atmosfer Bumi.

Pewarta: -
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018