Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum tata negara Universitas Hasanudin, Judhariksawan, mengatakan pihak Presiden Joko Widodo perlu menjelakan mengenai alasannya menolak menandatangani revisi UU tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).

"Masyarakat memerlukan penjelasan itu, mengapa istana menolak untuk menandatangani undang-undang tersebut," kata Judhariksawan ketika dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Judhariksawan menjelaskan, bahwa pihak Istana perlu memberitahu alasannya kepada publik, supaya tidak muncul polemik di dalam masyarakat yang kemudian menimbulkan fitnah.

"Itu memang hak Istana untuk memberikan penjelasan atau tidak, namun masyarakat membutuhkan penjelasan," ujar Judhariksawan.

Lebih lanjut Judhariksawan mengakui bahwa revisi UU MD3 itu memang menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, terutama terkait dengan konstitusionalitas ketentuan tersebut.

Menurut Judhariksawan, polemik di dalam masyarakat terkait UU MD3 hanya dapat diselesaikan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi.

"Karena hanya inilah satu-satunya mekanisme yang bisa dilakukan (uji materi di MK), karena hanya inilah yang dapat memberikan kepastian hukum," jelas Judhariksawan.

Pada Kamis (8/3) MK telah menggelar sidang pendahuluan untuk tiga perkara pengujian UU MD3 yang permohonannya diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), dan dua perserorangan warga negara Indonesia.

Ketiga perkara tersebut menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.

Dalam berkas perkara yang diterima MK, para pemohon menyebutkan bahwa pasal-pasal dalam UU MD3 tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum bagi masyarakat, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.

Permohonan uji materi ini diajukan ke MK hanya berselang beberapa hari setelah DPR mengundangkan ketentuan ini, meskipun belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
 

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018