Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kebijakan proteksionisme yang dilakukan Amerika Serikat dengan menerapkan tarif impor untuk baja dan alumunium tidak berpengaruh langsung kepada Indonesia.

"Kita persaingan dengan AS tidak banyak, produk kita dengan AS juga beda. Jadi kalau proteksionisme tidak banyak pengaruh ke kita," kata Darmin di Jakarta, Kamis.

Meski demikian, menurut dia, kebijakan tersebut bisa membuat produsen baja maupun alumunium akan mencari daerah tujuan baru ekspor dan membanjiri pasar baru.

Ia menambahkan langkah yang dilakukan AS bisa saja diikuti oleh negara-negara lain untuk menerapkan tarif impor terhadap produk ekspor unggulan Indonesia di pasar luar negeri.

Untuk itu, melakukan diversifikasi pasar ekspor dalam situasi saat ini menjadi penting, apalagi India yang saat ini menjadi salah satu negara tujuan ekspor CPO Indonesia telah mengenakan bea masuk tinggi.

"Kita harus mencari pasar lain dan meningkatkan penggunaan biodiesel dalam negeri, kita kombinasikan itu karena CPO akan terpengaruh dengan kenaikan tarif impor," kata Darmin.

Terkait defisit neraca perdagangan yang telah terjadi selama tiga bulan berturut-turut sejak Desember 2017, Darmin mengatakan pengaruhnya bisa memberikan tekanan ke nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Defisit tampaknya akan memberi tekanan ke kurs," kata mantan Gubernur Bank Indonesia ini.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat secara kumulatif, pada periode Januari-Februari 2018, neraca perdagangan telah mengalami defisit sebesar 872 juta dolar AS.

Defisit tersebut disebabkan neraca migas mengalami defisit senilai 1,8 miliar dolar AS, meski sektor nonmigas mengalami surplus senilai 933,3 juta dolar AS.

Beberapa negara yang menyumbang surplus selama periode tersebut antara lain adalah Amerika Serikat sebesar 1,46 miliar dolar AS, India 1,33 miliar dolar AS dan Belanda sebesar 439 juta dolar AS.

Sementara negara-negara yang menyumbang defisit adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebesar 3,28 miliar dolar AS, Thailand 665 juta dolar AS, dan Australia sebesar 421,9 juta dolar AS.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018