Jakarta (ANTARA News) - Rangkaian pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (WB) di Bali, 8-14 Oktober 2018, akan menambah perputaran uang di pulau tersebut sekurang-kurangnya 100 juta dolar AS atau Rp1,3 triliun (dihitung dengan kurs Rp13.500).

Kepala Unit Kerja Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 Peter Jacobs di Jakarta, Senin, mengatakan angka estimasi itu berdasarkan kalkulasi penyewaan kamar hotel, tiket pesawat, dan jasa transportasi yang akan digunakan oleh 15 ribu delegasi dari seluruh dunia.

"Itu baru minimal karena belum ditambah dengan misalnya pengeluaran wisata atau belanja lain yang dilakukan 15 ribu delegasi tersebut," kata dia.

Nilai perputaran uang tersebut juga belum ditambah dengan kesepakatan investasi atau perjanjian bisnis yang akan disetujui para delegasi dalam rangkaian pertemuan tersebut.

Pemerintah Indonesia selaku panitia penyelenggara memperkirakan pertemuan tahunan IMF-WB 2018 akan mendatangkan empat ribu delegasi resmi setingkat menteri, gubernur Bank Sentral beserta jajarannya dari 189 negara anggota IMF-WB. Kemudian, delegasi juga akan mencakup 5.000 investor, 1.000 peninjau, 1.500 karyawan IMF dan WB, dan ribuan pengusaha, serta 1.000 jurnalis.



Puncak pertemuan IMF-WB 2018 akan berlangsung pada 12-14 Oktober 2018. Namun, acara sela seperti diskusi dan pertemuan bisnis dalam rangkaian pertemuan tersebut akan berlangsung sejak 8-14 Oktober 2018.

Pemerintah dan Bank Indonesia, selaku organ penting panitia penyelenggara, kata Peter, telah menyiapkan sarana dan prasarana pertemuan, seperti gedung pertemuan, akomodasi para delegasi, transportasi, konsumsi dan juga paket wisata.

Khusus paket wisata, Kementerian Pariwisata akan menyiapkan destinasi wisata di luar Bali, untuk menambah ragam tujuan wisata para delegasi selain Bali.

"Kami berharap banyak keputusan penting dibuat dalam pertemuan ini. Namun yang tidak kalah penting adalah bagaimana memanfaatkan ajang ini untuk menggenjot ekonomi di Bali dan Indonesia," ujar Peter.

Panitia, kata Peter, juga menyiapkan rencana aksi darurat (contigency plan) bagi para delegasi jika terjadi potensi bencana alam, atau kejadian tidak mengenakkan lain seperti huru-hara di Bali saat pertemuan berlangsung.

"Ini kami bicara kalau ada sesuatu yang buruk terjadi. Baik itu kebakaran, gempa bumi, gunung meletus, huru-hara, tapi itu juga kami sudah lihat dan diskusi dengan para pakar. Misalnya kalau Gunung Agung meletus, kami lihat dari arah angin pada Oktober, dampaknya tidak akan sampai menutup bandara sehingga kami tidak melihat ada potensi bandara ditutup," ujarnya.


Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018