Male (ANTARA News) - Parlemen di Maladewa pada Selasa menyetujui perpanjangan masa negara dalam keadaan darurat selama 30 hari seperti keinginan Presiden Abdulla Yameen, yang beralasan bahwa negara menghadapi ancaman keamanan serta krisis konstitusional.

Berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, India, dan Kanada, serta Perserikatan Bangsa-bangsa mendesak Yameen mencabut keadaan darurat dan mengembalikan keadaan semula.

Badan pariwisata mengatakan ratusan pesanan hotel dibatalkan setiap hari sejak keadaan darurat 15 hari itu mulai diterapkan pada 5 Februari.

Pembatalan pesanan terus terjadi kendati pemerintah menjamin keadaan di pulau wisata, yang berada jauh dari ibu kota negara, tetap tenang.

Yameen menyatakan status darurat dengan tujuan untuk mencabut putusan Mahkamah Agung, yang telah membatalkan hukuman bagi sembilan pemimpin oposisi dan memerintahkan agar pemerintahan Yameen membebaskan mereka yang ditahan di penjara.

Sejak 5 Februari, pemerintah telah menahan ketua mahkamah agung, hakim Mahkamah Agung dan mantan presiden Maumoon Abdul Gayoon atas dakwaan berupaya merebut kekuasaan.

Yameen mengabaikan putusan pengadilan namun tidak berbicara bahwa ia tidak akan mematuhi putusan tersebut. Ia telah memenjarakan sejumlah anggota oposisi serta memecat dua kepala kepolisian, yang mengatakan bahwa mereka akan menegakkan putusan pengadilan.

Yameen mulai menjalankan kekuasaan pada 2013 dan langkah-langkah yang dilancarkannya baru-baru ini ditujukan untuk memperkuat kekuasaan menjelang pemilihan tahun ini.

Seluruh 38 anggota parlemen dari partai berkuasa memberikan persetujuan dalam sidang luar biasa parlemen mengenai perpanjangan masa keadaan darurat. Sidang itu diboikot kalangan oposisi, yang mengatakan bahwa pengesahan aturan tersebut memerlukan persetujuan dari 43 anggota parlemen.

Pewarta: -
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018