PBB (ANTARA News) - Amerika Serikat, Selasa waktu setempat, menyebut bantahan Myanmar terhadap dugaan melakukan pembersihan etnis sebagai tidak masuk akal, dan menyeru Dewan Keamanan PBB untuk memintai tanggung jawab militer Myanmar dan menekan pemimpin  Aung San Suu Kyi "untuk mengakui saja aksi-aksi mengerikan yang terjadi di negaranya."

"Kekuatan besar dalam pemerintahan Burma (Myanmar) telah membantah pembersihan etnis di Negara Bagian Rakhine," kata Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley kepada Dewan Keamanan.

"Untuk memastikan tidak ada yang berkontradiksi dengan bantahan tidak masuk akal mereka, mereka mencegah akses ke Rakhine kepada siapa pun atau organisasi apa pun yang bisa menjadi saksi atas kekejaman mereka, termasuk Dewan Keamanan PBB," kata Haley.

Haley juga menyerukan pembebasan dua wartawan kantor berita Reuters yang memberitakan pembantaian Rohingya.

Baca juga: Myanmar akan adili aparat pembantai penduduk desa Rohingya

"Kami menyerukan pembesasan mereka (para wartawan) dengan segera dan tanpa syarat," kata dia. Mengenai alasan Myanmar menahan wartawan, Haley menambahkan, "Mereka berusaha mengambinghitamkan media."

Laporan khusus Rusia yang disiarkan pekan lalu mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang mengawali pembantaian 10 lelaki Rohingya dari Desa Inn Din di Rakhine yang dikuburkan massal setelah dipenggal atau ditembak mati oleh tetangga-tetangga non Rohingya dan tentara.

Duta Besar Prancis untuk PBB Francois Delattre menyebut aksi kejam Myanmar ini sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan."

Myanmar membantah telah terjadi pembersihan etnis.

Dan setiap kali Dewan Keamanan PBB untuk menindak Myanmar selalu diveto oleh Rusia dan China yang Selasa lalu menyatakan situasi di Rakhine sudah stabil, demikian Reuters.


Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018