Jakarta (ANTARA News)- Presiden Maladewa Abdulla Yameen mengumumkan keadaan darurat selama 15 hari, Senin waktu setempat, sehingga memperdalam krisis politik di negara yang pemimpinnya harus berhadapan dengan mahkamah agungnya sendiri.

Biasa dikenal sebagai surga untuk pasangan bulan madu, Maladewa bergolak dalam beberapa tahun belakangan setelah sang presiden memenjarakan siapa pun lawan-lawan politiknya sejak berkuasa pada 2013.

Sengketa antara Yameen dan mahkamah agung mulai terjadi pekan lalu ketika presiden menolak perintah pengadilan untuk membebaskan sembilan pembangkang politik dan mengembalikan kursi 12 legislator yang dipecat oleh partai pimpinan Yameen.

Mahkamah agung mengeluarkan kejutan Kamis pekan lalu dengan memberi oposisi kursi mayoritas dalam legislatif total beranggotakan 85 orang sehingga mereka bisa memakzulkan presiden.

Langkah mahkamah ini juga meratakan jalan mantan presiden Mohamed Nasheed yang berada di pengasingan dan presiden pertama yang terpilih secara demokratis namun dibatalkan karena diduga terlibat terorisme pada 2015, untuk kembali ke Maladewa guna menjadi presiden tahun ini.

Namun pemerintah Yameen menolak mematuhi keputusan mahkamah agung itu dengan memerintahkan tentara dan polisi untuk menolak setiap langkah mahkamah dalam menangkap atau memakzulkan Yameen.

Krisis politik makin parah setelah pembantu Yameen, Azima Shukoor, mengumumkan keadaan darurat di televisi.

"Alasan deklarasi ini adalah bahwa keputusan Mahkamah Agung telah menghalang-halangi fungi pemerintahan," kata Azima seperti dikutip AFP.

Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018