Dubai (ANTARA News) - Warga Amerika Serikat yang ditahan oleh Houthi Yaman sejak September tahun lalu telah dibebaskan dan dibawa ke Oman dengan pesawat yang juga membawa pemimpin senior kelompok  tersebut, kata sumber di Sanaa, Kamis.

Danny Lavon Burch, yang bekerja untuk perusahaan minyak Yaman Safer dan menikah dengan seorang warga Yaman, ditahan di Sanaa setelah membawa anak-anaknya ke sekolah, menurut dua rekannya.

Sumber di bekas partai Kongres Rakyat Yaman dari mantan Presiden Ali Abdullah Saleh di Sanaa mengatakan Burch didampingi menuju Muscat oleh Mohammed Abdel-Salam, seorang pemimpin senior Houthi.

Abdel-Salam adalah juru runding Houthi dalam perundingan damai yang gagal dengan perwakilan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional.

Juru bicara Houthi tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar atas laporan tersebut dan pejabat AS juga tidak bersedia memberikan komentar.

Pejabat Yaman mengatakan pekan ini bahwa pejabat Houthi dijadwalkan berada di Muscat segera untuk upaya baru guna mencoba memulai kembali perundingan damai yang disponsori Perserikatan Bangsa Bangsa yang diselenggarakan di Kuwait pada tahun 2016 namun berakhir tanpa sebuah kesepakatan.

Pemerintahan Hadi, yang didukung oleh koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi, telah memerangi Houthi yang telah merebut sebagian besar wilayah utara Yaman dalam serangkaian operasi militer sejak pada tahun 2014. Namun sebagian kecil wilayah telah berpindah tangan atau berhasil direbut kembali.

Sementara itu pekan ini, persekutuan militer pimpinan Arab Saudi mengatakan menjanjikan bantuan baru kemanusian senilai 1,5 miliar dolar untuk Yaman.

Pasukan sekutu itu mendukung pemerintah, yang diakui secara internasional, untuk melawan kelompok Huthi dukungan Iran dalam perang saudara, yang telah berlangsung tiga tahun.

Yaman mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia, di mana 8,3 juta orang sepenuhnya bergantung pada bantuan pangan dari luar dan 400 ribu anak-anak menderita gizi buruk parah, sebuah kondisi yang berpotensi mematikan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.

(Uu.SYS/A/G003/G003) 26-01-2018 02:20:13

Pewarta: -
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018