Sampai saat ini nasib PRT masih memprihatinkan, bahkan mereka masih dianggap sebagai profesi pekerjaan rendahan dan belum diakui sebagai pekerja."
Jember (ANTARA News) - Project Promote Organisasi Buruh Internasional atau "International Labour Organization" (ILO) Jawa Timur Irfan Afandi mengatakan pihaknya mendorong pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 tentang pembantu rumah tangga (PRT).

"Sampai saat ini nasib PRT masih memprihatinkan, bahkan mereka masih dianggap sebagai profesi pekerjaan rendahan dan belum diakui sebagai pekerja," katanya setelah menjadi pembicara dalam kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember, Kabupaten Jember, Senin.

Berdasarkan Survei Tenaga Kerja Nasional 2012, estimasi jumlah PRT di Indonesia sebanyak 2,6 juta orang, namun berdasarkan data jaringan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) tercatat sebanyak 10,6 juta PRT.

Jumlah tersebut akan terus tumbuh seiring dengan masuknya Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas, sehingga semakin banyak penduduk Indonesia dari kelas menengah ke atas membutuhkan jasa PRT.

"Data kami mencatat PRT yang bekerja selama tujuh hari seminggu mencapai 63 persen dan upah yang mereka terima di bawah Rp400 ribu dengan waktu kerja selama delapan jam mencapai 40 persen. Hal itu sungguh memprihatinkan," tuturnya.

Survei yang dilakukan ILO, lanjut dia, mayoritas PRT di Indonesia tidak memiliki kontrak kerja yang jelas baik secara lisan ataupun tertulis dengan majikan tentang pekerjaan yang menjadi kewajibannya, jam kerja, hari libur mingguan dan upah yang akan diterima.

"Bahkan hampir tidak ada PRT yang mendapatkan jaminan perlindungan sosial (asuransi kesehatan dan kecelakaan kerja), sehingga dengan tidak segera dilakukan ratifikasi Konvensi ILO Nomor 189, maka perlindungan kepada PRT sangat lemah," katanya.

Dengan demikian, kata dia, tidak ada aturan yang menjadi payung hukum bagi PRT untuk mendapatkan perlindungan selama bekerja dan ketika terjadi konflik atau perselisihan tidak ada lembaga yang bertugas melakukan pengawasan.

"Meskipun pemerintah telah mengeluarkan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun undang-undang tersebut tidak mencakup perlindungan bagi PRT, sehingga perlindungan terhadap mereka masih nihil," ujarnya.

Irfan mengatakan ILO melakukan berbagai program untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) PRT dengan mendorong pembentukan organisasi PRT, serikat pekerja PRT, dan sekolah bagi PRT, sehingga diharapkan pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan PRT.

Kuliah umum bertema "Konvensi ILO PBB No. 189 Tentang Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga" mendapat respon yang positif dari mahasiswa Ilmu Kesejahteraan FISIP Universitas Jember.

"Isu perlindungan bagi para PRT menjadi bagian dari isu yang sangat menarik untuk dibahas bagi mahasiswa jurusan Kesejahteraan Sosial (KS), sehingga mereka juga banyak yang mengajukan pertanyaan seputar isu perlindungan PRT kepada ILO," kata Dosen KS FISIP Unej Arif.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016