Pemerintah bisa dianggap tidak konsisten dengan aturan yang dibuatnya sendiri."
Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menginginkan larangan ekspor mineral mentah ditaati berbagai pihak agar sektor pertambangan di Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah hasil pengolahan komoditas ke depannya.

"Agar semua pihak taat pada amanah dari Peraturan Menteri ESDM 1/2014 tentang Larangan Ekspor Mineral Mentah ke Luar Negeri," kata Ketua Bidang Energi dan Pertambangan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Andhika Anindyaguna, Rabu.

Menurut Andhika, peraturan Menteri ESDM itu muncul karena kewajiban membangun smelter dengan deadline 2014 tidak bisa dipenuhi.

Selain itu, ujar dia, peraturan Menteri ESDM tersebut juga merupakan kelanjutan dari UU Minerba 4/2009.

"UU ini meminta pelaku usaha melakukan pemurnian dalam jangka empat tahun sejak aturan dibuat," katanya.

Namun, ia menyatakan kekecewaan karena beberapa tahun setelahnya, ada sejumlah perusahaan yang belum mewujudkan perintah UU tersebut tetapi malah mendapatkan dispensasi berupa relaksasi ekspor konsentrat.

Sebagaimana diwartakan, perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral atau "smelter" yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menolak rencana pemerintah mengizinkan atau merelaksasi ekspor bijih mineral mulai Januari 2017.

Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso di Jakarta, Rabu (7/9) mengatakan, rencana tersebut menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah menjalankan undang-undang.

"Pemerintah bisa dianggap tidak konsisten dengan aturan yang dibuatnya sendiri," katanya.

Sementara itu, PT Antam (Persero) mendukung rencana relaksasi ekspor (mengizinkan kembali) mineral secara terbatas yang digagas Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengoptimalkan nilai tambah hilirisasi bijih mineral.

"Jika ekspor biji mineral kembali diberlakukan, maka Antam sebagai BUMN pengelola sumber daya mineral, siap mengeskpor bijih nikel antara 15-20 juta ton pada tahun 2017," kata Direktur Utama Antam, Tedy Adrujaman, di Jakarta, Rabu (7/9).

Menurut Tedy, biji nikel merupakan produk tambang yang memiliki nilai tinggi di luar negeri sehingga jika diekspor akan menjadi tambahan pemasukan bagi negara dan pendanaan bagi proyek pertumbuhan pendapatan.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016