Bandung (ANTARA News) - Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung melepas tiga pendaki wanita dari Tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (Wissemu) yang akan melakukan pendakian ke Gunung Aconcagua di Argentina.

Pelepasan para pendaki wanita Unpar itu dilakukan oleh Rektor Mangadar Situmorang yang dihadiri civitas akademika di Wind Tuner Unpar Jalan Ciumbuleuit Kota Bandung, Rabu.

"Pendakian ini merupakan sebuah misi yang tidak bisa dihitung secara data kuantitatif, karena kegiatan ini mengemban misi besar dan membanggakan," kata Mangadar Situmorang.

Pihaknya mendukung penuh pendakian yang tim Wissemu Mahitala yang sekaligus mencatat sejarah bagi pendakian Indonesia. Bila pendakian di tujuh puncak dunia sukses, maka Unpar akan menjadi perguruan tinggi pertama di Indonesia yang "menghantarkan" tim pendaki putra dan putrinya melakukan "summit" atau pencapaian di tujuh gunung tertinggi itu.

Ketiga pendaki Wissemu Mahitala Unpar yang akan melakukan penaklukan Gunung Aconcagua yang merupakan puncak tertinggi di Amerika Selatan yakni setinggi 6.962 mdpl itu adalah Fransiska Dimitri Inkiriwang (22), Mathilda Dwi Lestari (22) dan Dian Indah Carolina (20).

Ketiganya merupakan mahasiswi aktif Universitas Katolik Parahyangan yang tergabung dalam Tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar.

Sebelumnya, ketiga pendaki itu berhasil mengibarkan bendera merah putih di Gunung Carstenz Pyramid, Papua, Indonesia pada Agustus 2014 dan Gunung Elbrus, Rusia serta Gunung Kilimanjaro, Tanzania pada Mei 2015 lalu.

Gunung Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina, yang merupakan puncak tertinggi di Benua Amerika Selatan dan puncak tertinggi kedua dalam rangkaian seven summits setelah Gunung Everest.

"Tim rencananya bertolak dari Indonesia pada 11 Januari, ditargetkan pendakian tuntas pada 5 Februari 2015," kata Tim Publikasi Tim Wissemu Mahitala Alfons Hartanto.

Menurut Alfons, ketiga pendaki itu berangkat dan akan melakukan persiapan dan aklimatisasi dalam beberapa hari sebelum melakukan pendakian. Termasuk melakukan tes kesehatan ulang untuk memastikan kondisinya siap untuk mendaki.

"Mereka berangkat bertiga, sedangkan tim pendukungnya dari pemantau di sana. Perjalanan mereka kami pantau setiap hari dari Posko Utama di Bandung," katanya.

Sulitnya jalur pendakian Aconcagua, membuat persiapan dan perencanaan yang matang sangatlah diperlukan. Latihan fisik seperti lari dan latihan beban ditambah dengan yoga menjadi jadwal harian dari setiap anggota tim demi menambah endurance dan kekuatan mental dari anggota tim.

Ditambah lagi dengan bedah peta, latihan teknik navigasi dan persiapan alat-alat yang mendukung pendakian, semua dipersiapkan dengan matang demi lancaranya perjalanan ini.

"Dengan keberangkatan menuju Gunung Aconcagua ini semakin mendekatkan Tim WISSEMU untuk mencapai tujuh gunung tertinggi d tujuh benua," katanya.

Bila pendakian itu behasil akan tersisa tiga gunung lagi dari rangkaian seven summits yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dan membutuhkan usaha yang lebih diabandingkan gunung-gunung sebelumnya.

Ketiga puncak yang menjadi target pedakian berikutnya adalah McKinley-Denali (6.194 mdpl) di Alaska (Amerika Utara), Vinson Masif(4.897 mdpl) di Ellsworth Range (Antartika) serta Everest (8.850 mdpl) di Nepal (Asia).

Lima tahun silam tepatnya pada 9 Januari 2011 Sofyan Arief Fesa, Xaverius Frans dan Broery Andrew Sihombing tiga dari empat orang anggota Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) berhasil menggapai puncak Gunung Aconcagua yang kemudian pada 29 Januari 2011 menyusul Janatan Ginting anggota terakhir dari Tim ISSEMU yang menyelesaikan pendakian itu.

Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016