Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Vietnam yang merupakan dua kekuatan ekonomi dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) termasuk aktif melaksanakan program-program kerja sama perdagangan dan investasi, dan juga liberalisasi perdagangan forum itu.

Didirikan tahun 1989, APEC beranggota Australia, Amerika Serikat, Brunei, Kanada, Chile, Filipina, Republik Rakyat Tiongkok, China Hongkong, China Taipei, Indonesia, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Rusia, Singapura, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam.

Filipina akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT APEC pada 18-19 November 2015 setelah RRT tahun lalu. Terakhir kali Filipina menjadi tuan rumah pada 1996.

Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT APEC pada 1994 dan tahun 2013, dan Vietnam tuan rumah KTT APEC tahun 2006 dan akan mendapat giliran lagi pada tahun 2017.

Presiden Vietnam, Truong Tan Sang, akan menghadiri KTT APEC di Manila dan juga Wakil Presiden M. Jusuf Kalla mewakili Indonesia.

Indonesia berperan dalam pembentukan APEC dan hadir pada konferensi tingkat menteri di Canberra tahun 1989. Setelah pertemuan APEC di Blake Island Seattle, Amerika Serikat, pada tahun 1993 Indonesia menjadi tuan rumah KTT APEC tahun 1994 di Bogor.

Perjuangan kepentingan nasional di sejumlah forum APEC terus dilakukan baik pada tataran konsultasi, penyusunan maupun pelaksanaan atau implementasi kesepakatan.

Prof. Firmanzah PhD dalam sebuah tulisannya mengatakan posisi Indonesia dalam kancah internasional akan semakin strategis. Hal ini tentunya didasarkan pada perjuangan kepentingan nasional dalam forum tersebut. Posisi Indonesia sebagai salah satu di antara sembilan negara APEC yang masuk G-20 sangat strategis dalam menjaga stabilitas kawasan sekaligus sebagai motor penggerak ekonomi kawasan.

Sebagai tetangga misalnya Indonesia dan Vietnam yang membuka hubungan diplomatik 60 tahun lalu dan telah menjalin kerja sama di berbagai bidang. Sebagai sesama anggota ASEAN, APEC dan organisasi-organisasi regional dan multilateral lain, kedua negara ini "berlayar mengarungi samudera" menuju masa depan yang lebih cerah untuk mencapai keberhasilan khususnya bagi keuntungan rakyatnya.

Kedua negara ini, yang menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kemitraan Strategis pada 2013 dan Rencana Aksi Kemitraan Strategis 2012-2015 pada tahun 2011, juga telah menetapkan target perdagangan bilateral sebesar 5 miliar dolar AS.

Para pemimpin Vietnam dan Indonesia kemudian sepakat mempercepat implementasi rencana aksi mereka untuk meningkatkan Kemitraan Strategis Vietnam-Indonesia pada periode 2014-2018 dan juga menempa hubungan ekonomi, perdagangan dan investasi.

Target di sektor perdagangan keduanya telah dibuat. Angka yang telah dipatok sebesar 10 miliar dolar AS pada 2018 bukan perkara mudah untuk mencapainya mengingat nilai perdagangan kedua negara itu tercatat 5,4 miliar dolar tahun 2014. Penetapan target tersebut tentu saja mempertimbangkan lingkungan keamanan dan strategis regional yang berubah dan bergerak cepat.

Di tengah-tengah ekonomi dunia yang mengalami pemulihan lambat, selama lima bulan pertama tahun 2015 pemerintah Vietnam mengeluarkan keputusan-keputusan penting yang menjadi panduan bagi para menteri hingga ke jajaran di level bawah dan para pimpinan di daerah.

Prestasi-prestasinya antara lain stabilitas makroekonomi dijaga, pertumbuhan lebih tinggi dari yang diperkirakan, GDP kuartal pertama tahun 2015 mencapai 6,03 persen, melampaui perkiraan dan lebih tinggi 5,06 persen dari yang dicapai pada 2014, inflasi terendah selama bertahun-tahun (0,04 persen dalam empat bulan pertama tahun 2015); pertumbuhan ekspor yang memuaskan dengan mencapai 50,1 miliar dolar AS (naik 8,2 persen).

Apa yang dicapai oleh Vietnam selama kurun waktu itu mendapat pujian atau apresiasi dari pakar dan berbagai institusi seperti Bank Dunia, IMF, ADB dan HSBC dan menumbuhkan kepercayaan terhadap prospek cerah ekonomi negara itu di masa depan. WB, IMF, ADB dan HSBC memperkirakan pertumbuhan GDP Vietnam pada tahun 2015 mencapai enam persen, pada tahun 2016 (6,2 persen) dan pada tahun 2017 (6,5 persen).

APEC di mana Indonesia dan Vietnam termasuk berperan aktif telah mencatat prestasi-prestasi penting termasuk pengurangan pajak tiga kali, peningkatan perdagangan internal 300 persen, dan memfasilitasi perjalanan antarindividu dan bisnis.

Keanggotaan Vietnam
Vietnam bergabung ke dalam APEC pada tahun 1998. Bergabungnya ke dalam kelompok itu merupakan langkah penting dalam kebijakan luar negeri Vietnam untuk menunjukkan keterbukaan, diversifikasi, multilateralisasi, dan integrasi internasional.

APEC telah terbukti menjadi mekanisme kerja sama yang menguntungkan bagi Vietnam, kata Deputi Menteri Industri dan Perdagangan Nguyen Cam Tu.

Sebagai suatu forum ekonomi terbuka, APEC telah membawa persetujuan-persetujuan yang menguntungkan, non kompromi ke negara-negara dengan level perkembangan yang rendah seperti Vietnam. APEC memiliki mekanisme dialog terbuka dan kebijakan-kebijakan perdagangan, yang akan membantu negara-negara seperti Vietnam menyesuaikan diri dengan institusi-institusi global dan perdagangan domestik.

Pejabat senior itu juga mengatakan APEC telah memiliki program spesifik untuk pengembangan pedagangan sebagai contoh sebuah program untuk mengurangi biaya transaksi dan waktu antara 2010 dan 2015. Kartu Perjalanan Bisnis APEC telah dikeluarkan untuk memberikan akses pasar regional bagi pebisnis tanpa perlu visa.

Forum ini juga telah mengembangkan database statistik perdagangan dan institusi dari seluruh anggotanya, menghemat waktu bisnis dan memanfaatkan dana untuk riset pasar.

Dalam fase pengembangan strategi baru, kawasan Asia-Pasifik dan APEC telah menjadi bertambah penting bagi Vietnam dalam kaitan dengan ekonomi, diplomasi, keamanan dan pembangunan.

Deputi Menteri Luar Negeri Bui Thanh Son mengatakan sebanyak 65 persen investasi yang ditanam di Vietnam berasal dari mitra-mitra di APEC, 60 persen dari produk-produk ekspor Vietnam dipasarkan ke mereka, 70 persen warga negara asing yang tiba di negara itu berasal dari anggota-anggota APEC.

Vietnam juga telah mengadakan kemitraan strategis dan komprehensif dengan banyak negara-negara APEC termasuk Indonesia.

Keberhasilan Vietnam menjadi penyelenggara KTT APEC ke-16 merupakan bukti dari kontribusi masif negara itu kepada kawasan Asia-Pasifik dan memberikan indikasi kapasitasnya dan posisinya yang membaik dalam arena internasional.

Berbicara dalam suatu seminar internasional mengenai organisasi APEC yang diadakan baru-baru ini di Hanoi, Deputi Menteri Luar Negeri Vietnam Pham Binh Minh mengatakan menjadi tuan rumah KTT APEC pada 2017 merupakan fokus urusan luar negeri Vietnam hingga tahun 2020, dengan memperlihatkan tekad negaranya dalam mendorong integrasi internasional dan kebijakan luar negeri multnam untuk multilateral.

Dia juga mengatakan inilah peluang bagi Vietnam meraih dukungan lagi, kerja sama dan sumber daya dari kekuatan-kekuatan ekonomi APEC untuk memajukan pembangunan nasional.

Oleh Mohammad Anthoni
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015