Jakarta (ANTARA News)  - Majelis hakim yang mengadili perkara Otto Cornelis Kaligis memutuskan untuk menunda sidang pembacaan dakwaan pengacara senior tersebut selama satu minggu.

"Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 dan aturan-aturan lain, maka majelis memutuskan satu, mengabulkan permintaan jaksa penuntut umum pada KPK, dua, memberikan izin kepada Otto Cornelis Kaligis untuk diperiksa kesehatannya oleh tim dokter IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sebagaimana dimaksud. Ketiga, menentukan jadwal persidangan berikutnya ditetapkan pada Kamis, 27 Agustus 2015 pukul 09.30 WIB," kata ketua majelis hakim Sumpeno di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Hari ini seharunsya sidang mengagendakan pembacaan dakwaan untuk Kaligis tapi Kaligis tidak menghadiri sidang karena mengaku sakit dan meminta agar diperiksa oleh dokter RSPAD bernama dokter Terawan.

Tidak ada pengacara OK Kaligis juga yang hadir dalam persidangan tersebut.

Sebelumnya, jaksa mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan surat panggilan penetapan sidang perdana kepada OC Kaligis, namun OC Kaligis tidak mau menerima surat panggilan tersebut.

"Kami sudah mengirim surat panggilan terkait penetapan hari sidang Kamis 20 Agustus 2015 pukul 09.00 WIB yang dikirim pada 14 Agustus 2015. Bahwa terdakwa tidak mau menerima surat panggilan terkait penetapan hari sidang," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ahmad Burhanuddin.

OC Kaligis menurut jaksa mengaku sakit saat dijemput pada hari ini.

"Tadi pagi sudah kita jemput ke rutan Guntur, hanya yang bersangkutan mengatakan sakit yang mulia. Ketika ia mengatakan sakit namun ia menolak untuk diperiksa dokter KPK. Yang bersangkutan menyampaikan ke dokter bahwa ia ada hipertensi, diabetes militus, itu yang disampaikan," tambah jaksa Burhan.

Jaksa pun menjelaskan bahwa OC Kaligis sudah beberapa kali diperiksa oleh dokter KPK yaitu dokter Johannes.

"Kondisi OC Kaligis beberapa kali dilakukan pemeriksaan kesehatan 14 Juli 2015, 15 Juli 2015, dan pada tanggal 24 Juli 2015, dimana dokter KPK yaitu dr Johanes dengan keluhan bahwa tensi agak tinggi tercatat pening, lemas, kesemutan, hipertensi dan saran dari dokter adalah dirujuk ke dokter spesialis syaraf. Atas rujukan ini kemudian pak OC Kaligis mengirim surat ke KPK tertanggal 24 Juli 2015 yang kami terima 27 Juli yang intinya memohon untuk dilakukan medical check up menyeluruh ke dokter Terawan di RSPAD," ungkap jaksa Burhanuddin.

Demi menjaga objektivitas, kemudian penyidik mengirim surat kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) agar dilakukan pemeriksaan oleh IDI.

"Namun saat dijadwalkan beberapa kali dokter IDI belum siap karena ada kegiatn akreditasi di RSCM untuk itu terkait masalah dokter Terawan, penyidik memberi kesempatan kunjungan di rutan Guntur pada 7 dan 10 Agustus 2015, tapi dokter menyampaikan dokter Terawan belum bisa," jelas jaksa Burhanuddin.

"Memerintahkan kepada jaksa penuntut umum pada KPK untuk menghadirkan terdakwa pada hari dan tanggal tersebut di atas," tambah hakim Sumpeno.

OC Kaligis sendiri sedang mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang masih berlangsung. Sedangkan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 82 ayat (1) huruf d, permohonan praperadilan yang diajukan Rusli otomatis gugur bila pengadilan pokok perkara dimulai.

Bunyi pasal tersebut adalah "Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur".

KPK sudah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis, anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.

Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah OC Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015