Masyarakat dapat memahami dulu apa korupsi itu,"
Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 120 karya anak bangsa mempresentasikan perlawanan terhadap korupsi yang dipamerkan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki.

"Melalui sosial media kita mengabarkan siapa yang mau berpartisipasi ya sekitar dua hari kita kumpul 120 karya dari hari Sabtu dan Minggu," kata Sekretaris Jenderal Umum Creative Circle Indonesia (CCI), sebuah komunitas kesenian yang juga menggagas pameran itu Dikti Satya, Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan kegiatan seni itu terbuka untuk umum yang ingin berpartisipasi dalam memerangi korupsi.

"Memang Creative Circle Indonesia menjadi wadah bagi partisipan dari periklanan, dari mahasiswa dan umum untuk menyumbangkan karyanya," ujarnya.

Ia mengatakan pihaknya menyuarakan informasi untuk mengumpulkan karya itu melalui media sosial seperti twitter dan facebook.

"Kita sangat terbuka untuk umum, jadi mereka kirim ke kita, kita sangat menghargai, kita tidak mengkurasi. Kita sangat menghargai antusiasme dalam mendukung anti korupsi ini," katanya.

Kemudian, masyarakat dapat mengirimkan karyanya melalui email untuk dapat dicetak dan dipamerkan kepada khalayak umum.

"Kita minta kirim karya itu melalui email dengan spek yang layak tayang sudah kita print," katanya.

Pameran yang terselenggara bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta berusaha memfasilitasi siapa pun yang mau ikut menyuarakan antikorupsi lewat karya kerajinan tangan seperti lukisan, fotografi, seni rupa, olah digital, karikatur dan kartu pos.

"Kelebihan dari visual kita bisa lebih berwarna beragam memberikan pesan," katanya.

Ia berharap melalui pameran itu masyarakat memperoleh gambaran memprihatinkannya permasalahan korupsi dalam negeri dan menghindari tindakan korupsi dalam kehidupan.

"Masyarakat dapat memahami dulu apa korupsi itu, lingkungan kita sangat korup pahami lagi sebenarnya korup itu bukan hanya duit, tetapi juga waktu tempat, kepentingan dan banyak lagi," tuturnya.

Ia mengatakan karya masyarakat itu menampilkan kejujuran dan kebenaran dari kondisi korupsi yang melanda bangsa.

"Dengan kita semakin sering menyuarakan anti korupsi, orang akan sadar diingati terus kondisi korupsi di bangsa kita sudah bahaya dan kritis," katanya.

Umumnya, karya yang ada dipamerkan pasti menampilkan gambar tikus, kata-kata korupsi, warna merah, dan kata pahlawan.

Salah satu karya ilustrasi di pameran itu menampilkan sekelompok masyarakat seperti petani dan nelayan dikepung oleh ribuan orang bermuka tengkorak yang merupakan koruptor.

Koruptor itu menyudutkan masyarakat untuk mengambil uang rakyat untuk kepentingan diri sendiri tanpa menghiraukan penderitaan rakyat.

"Nilai kejujuran dari ilustrasi ini sangat kuat bahwa laten korupsi masih sangat mengancam kita," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Kesenian Jakarta Irawan Karseno mengatakan pameran karya anak bangsa itu merupakan wadah visual yang kreatif untuk memerangi korupsi.

"Pameran ini menyampaikan pesan anti korupsi lebih kreatif biar lebih nyaman dan lebih nancap di kesadaran publik," katanya.

Karya-karya itu bersifat komunikatif sehingga gampang diserap oleh publik, gampang dinikmati oleh publik, katanya.

Salah satu karya yang dipamerkan itu adalah cermin yang bertuliskan "korupsi kok elu sih" dan "jangan biarkan ayo dilawan" sehingga ketika bercermin orang akan diingatkan untuk menghindari korupsi.

"Karya ini lebih imajinatif, kreatif lebih gaya, anak muda siapa punya karya silakan ikut sampaikan aspirasinya," tuturnya.

Kemudian, Anggota Koalisi Seni Indonesia Hikmat Darmawan mengatakan pameran itu mewakili perasaan masyarakat yang geram terhadap korupsi.

Pameran itu juga mewakili kebudayaan generasi muda di mana banyak anak muda berpartisipasi menampilkan karyanya dan semakin kreatif sesuai dengan perkembangan zaman seperti olah digital dan fotografi

"Ini mewakili youth culture, mereka ramai ikut berpartisipasi sepanjang digerakkan ide sama dan semangat sama dan dibantu teknologi," katanya.

Ia berharap gerakan antikorupsi melalui kegiatan seni semakin banyak digalakkan hingga seluruh daerah di Indonesia.

Pewarta: Martha HS
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015