Tetap aman, tidak ada razia sejak saya disini dan kesehatan tetap rutin tapi urusan masing-masing."
Tulungagung (ANTARA News) - Puluhan pekerja seks komersial atau PSK terpantau kembali beroperasi di dua eks-lokalisasi di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yang sudah resmi ditutup sejak 2012.

Hasil penelusuran koresponden Antara di salah satu bekas kompleks pelacuran terbesar di Kabupaten Tulungagung itu, Rabu siang, transaksi prostitusi dilakukan secara terbuka antara PSK dengan tamu atau pengunjung yang datang.

Kendati wisma atau rumah-rumah bordil telah "disulap" menjadi aneka kafe dan tempat karaoke, para pekerja seks yang rata-rata berusia antara 25-40 tahun tersebut sama sekali tidak terlihat merubah penampilan seronoknya, seperti saat tempat itu masih berstatus "Kompleks Wisata Cinta Kaliwungu".

Mereka terlihat nongkrong di masing-masing kafe karaoke ataupun warkop tempatnya saat ini mangkal.

"Semua masih seperti dulu, yang berubah hanya konsep wismanya karena sekarang menjadi kafe dan rumah karaoke," cetus Rani (30), salah satu pekerja kafe asal Blitar.

Neon Box yang dulu terpampang rapi menunjukkan wisma sekaligus imbauan penggunaan kondom kini sudah tiada. Bahkan sisa-sisa stiker bertuliskan "Waspada AIDS" juga sudah pudar dan tidak lagi terbaca.

Meski terlihat agak beda dari suasana sebagai Lokalisasi resmi, mereka tetap tampak menjajakan diri kala tamu datang, persis seperti saat tempat itu masih beroperasi sebagai tempat prostitusi.

Dalam obrolan santai dengan pengunjung kafe itu, Rani terang-terangan menawarkan "layanan plus" dengan tarif berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp200 ribu.

Hal yang sama dilakukan sejumlah pelayan kafe lain kepada setiap pengunjung atau tamu yang datang.

Setelah ada kesepakatan biaya, para PSK itu lalu membawa tamunya ke ruang berukuran 2 x 3 meter yang dikemas menyerupai tempat karaoke, atau bahkan kamar khusus yang disiapkan untuk layanan "esek-esek".

Kendati aktivitas ilegal mereka melanggar perda, mengingat lokalisasi tersebut telah dinyatakan kawasan bebas prostitusi sejak 2012, Yul, PSK lain asal Kecamatan Tanggunggunung mengaku selama ini mereka bisa beroperasi dengan aman.

"Tetap aman, tidak ada razia sejak saya disini dan kesehatan tetap rutin tapi urusan masing-masing," kata Susan, PSK berambut pirang di salah satu warung kopi yang terletak di pojok kompleks eks-lokalisasi Kaliwungu.

Untuk masuk ke kompleks ini, pengunjung tak lagi bisa melalui jalur utama dari arah utara menghadap Sungai Brantas, karena pintu gerbang digembok.

Sebagai gantinya, tamu bisa masuk lewat jalur barat, langsung dari arah pemukiman.

"Dulu saat masih menjadi lokalisasi resmi yang jaga di kompleks ini adalah hansip, kini diganti warga sipil berpakaian safari. Mungkin mereka kepala preman yang bertugas sebagai bagian keamanan sekaligus penjaga parkir kendaraan tamu yang datang," terang Yad, pengunjung kafe asal Blitar.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertran) Kabupaten Tulungagung, Yumar mengakui praktik prostitusi masih berlangsung di dua bekas lokalisasi yang ditutup pemerintah sejak 2012.

Namun, kata dia, penyakit sosial yang muncul saat ini sudah berada di luar kewenangan mereka.

"Tugas kami melakukan pembinaan dan pelatihan melalui program yang dijanjikan sudah selesai. Bahwa saat ini masih ada aktivitas (prostitusi), itu menjadi kewenangan satpol PP dan aparat kepolisian karena apa yang mereka lakukan jelas-jelas melanggar perda dan kamtibmas," elak Yumar.

Hal senada dikemukakan jajaran kepolisian di Kecamatan Ngunut yang berdalih penertiban kafe maupun warkop yang menjadi kedok prostitusi seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam menegakkan aturan.

"Kami tetap pantau kamtibmas di daerah ini. Hanya jika berpotensi melanggar ketertiban umum, memicu konflik horizontal ataupun pelanggaran pidana, pasti akan ditindak," tegas Kapolsek Ngunut.

Fakta masih berlangsungnya praktik prostitusi secara liar dan masif di eks-Kompleks Kaliwungu maupun Ngujang, Tulungagung ini ironis mengingat proses penutupan kedua lokalisasi ini pada 2012 saat itu menjadi percontohan nasional.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014