KPK meminta para kepala daerah mengelola dana hibah dan bansos dengan berpegang pada asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan bermanfaat secara luas bagi masyarakat, jauh dari kepentingan pribadi dan kelompok serta kepentingan politik dari unsur pe
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengimbau para kepala daerah untuk menghindari penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) dan hibah serta mengelolanya secara sungguh-sungguh.

"KPK meminta para kepala daerah mengelola dana hibah dan bansos dengan berpegang pada asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan bermanfaat secara luas bagi masyarakat, jauh dari kepentingan pribadi dan kelompok serta kepentingan politik dari unsur pemerintah daerah," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Minggu.

Dalam pernyataan tertulis KPK yang diterima Antara di Jakarta itu tercantum surat imbauan bernomor B-14/01-15/01/2014 tertanggal 6 Januari 2014 yang dikirimkan kepada seluruh gubernur dan ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri.

Hal ini terkait dengan tahun 2014 yang menjadi "tahun politik" karena dilangsungkannya pemilihan presiden dan anggota legislatif baik di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat I maupun DPRD tingkat II.

"Para kepala daerah diminta memperhatikan waktu pemberian dana bansos dan hibah, agar tidak terkesan dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepada daerah (pilkada)," tambah Johan.

Selain itu, KPK juga meminta agar aparat pengawasan internal pemerintah daerah berperan secara optimal dalam mengawasi pengelolaan dan pemberian dana bansos dan hibah tersebut.

Kajian KPK menunjukkan nominal dana hibah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Kajian tersebut memperlihatkan dana hibah meningkat dari Rp15,9 triliun pada 2011, menjadi Rp37,9 triliun (2012) dan Rp49 triliun (2013).

KPK juga menemukan adanya pergeseran tren penggunaan dana bansos terhadap pilkada menjadi dana hibah yang memiliki korelasi lebih kuat.

Dari data APBD 2010-2013 dan pelaksanaan pilkada 2011-2013, terjadi peningkatan persentase dana hibah terhadap total belanja.

Kenaikan juga terjadi pada dana hibah di daerah yang melaksanakan pilkada pada tahun pelaksanaan pilkada dan satu tahun menjelang pelaksanaan pilkada.

Bahkan, salah satu daerah menunjukkan kenaikan persentase hingga 117 kali lipat pada 2011-2012, dan 206 kali lipat pada 2012-2013. Sedangkan dana bansos, mencapai 5,8 kali lipat pada 2011-2012 dan 4,2 kali lipat pada 2012-2013.

Bila dilihat dari persentase dana hibah terhadap total belanja, nilainya juga cukup signifikan. Terdapat satu daerah yang anggaran dana hibahnya mencapai 37,07 persen dari total APBD.

Selain mengirimkan himbauan kepada kepala daerah, menurut Johan, KPK juga menyerahkan hasil kajian ini kepada BPK dan BPKP untuk dijadikan bahan dalam pengawasan dan audit terhadap penggunaan dana bansos dan hibah, khususnya pada daerah dengan persentase hibah dan bansos terhadap total belanjanya besar serta pada daerah dengan lonjakan dana hibah dan bansos yang fantastis.

Salah satu daerah yang di dalam APBDnya mengalami peningkatan dana hibah adalah DKI Jakarta.

APBD DKI Jakarta 2014 yang baru disahkan pada 22 Januari lalu mencapai Rp72 trilun dengan dana hibah sebesar Rp 5 triliun, atau meningkat 35,1 persen dibandingkan dana hibah pada APBD DKI 2013 sebesar Rp3,7 triliun.

Dana hibah tersebut dapat digelontorkan tanpa membutuhkan pertanggungjawaban.

Padahal BPKP pernah menemukan adanya penyalahgunaan penyaluran dana bansos dan hibah di APBD DKI 2012 yaitu ada anggaran sebesar Rp8,32 miliar untuk bantuan sosial dan hibah dengan 191 penerima baru, meski dalam pembahasan APBD ratusan penerima itu tidak ada. (*)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014