... Hati kami, darah kami, dan nafas kami selalu untuk Indonesia, negara kami, sampai kapanpun... "
Jakarta (ANTARA News) - Jumat malam sebelum hari kemerdekaan ke-68 Indonesia menjelang, masyarakat Pulau Sebatik, di garis perbatasan dengan Sabah, Malaysia, sangat antusias menyambut hari bersejarah itu. Dari mana-mana saja, masyarakat setempat menuju Desa Pancang, pusat peringatan Hari Kemerdekaan ke-68 Indonesia. 

Pulau Sebatik, di Kabupaten Nunuka, Kalimantan Utara, yang belahan utaranya menjadi wilayah Malaysia, menjadi titik fokus Operasi Tameng Hiu 2013 dari jajaran Gugus Tempur Komando Armada Indonesia di Kawasan Timur TNI AL. 

Pulau itu dijadikan "titik pusat" peringatan detik-detik peringatan Proklamasi Indonesia pada pekan ini. Tidak kurang kapal fregat kelas Sigma TNI AL, KRI Sultan Hasanuddin/366 hadir di perairan Pulau Sebatik itu, dengan komandan kapal Letnan Kolonel Pelaut Haris Bima Bayuseto. 

Malam itu, kapal perang buatan galangan kapal Schelde, Belanda, yang membawa dua silo peluru kendali MBDA Mistral TETRAL, empat peluru kendali anti serangan udara MBDA Exocet MM40 Block II, dan meriam Oto Melara 76 mm menggelar panggung keriaan bagi masyarakat di perbatasan negara itu. 

Kamis malam ini, masyarakat di garis perbatasan negara yang menyandarkan kehidupannya pada aspek kebaharian itu bisa menikmati berbagai keriaan; mulai dari marching band, malam gembira, hingga malam renungan suci menjelang tengah malam nanti. 

Tokoh masyarakat setempat, Muhammad Nurdin, yang biasa dipanggil Bang Buaya, berkata, "Hati kami, darah kami, dan nafas kami selalu untuk Indonesia, negara kami, sampai kapanpun walau kami jauh di perbatasan."

Mereka banyak yang mencari nafkah di negara sebelah, dengan berbagai kebisaan mereka. Dari pulau itu, tidak jauh terletak perairan Blok Ambalat yang sempat disengketakan Malaysia namun mereda seturut pengawalan ketat kapal-kapal perang TNI AL. 

Malam itu ratusan warga setempat larut dalam kesatuan rasa kebersamaan Indonesia dengan para mahasiswa. Marching band menyedot perhatian semua warga setempat dalam kegembiraan yang tinggi di Desa Pancang, Sebatik Utara, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Bukan cuma gelaran seperti itu yang dibawa KRI Sultan Hasanuddin/366 kepada masyarakat setempat selain kehadiran negara melalui kapal perang TNI AL. 

"Kami juga mencoba menggairahkan potensi kebaharian setempat. Di antaranya menggelar lomba perahu ketinting bagi masyarakat setempat, yang kami namakan Sebatik Traditional Boat Race 2013," kata Bima, panggilan komandan kapal perang TNI AL itu. 

"Perintah atasan kami memang menggelar acara secara besar-besaran di sini, namun kami juga berkreasi dan berinovasi sesuai keadaan setempat. Kami lihat, antusiasme masyarakat setempat sangat tinggi. Kami percaya, jika lomba ini lebih diseriusi, sangat berpotensi menjadi salah satu kalender wisata bahari di garis perbatasan negara ini," kata Bima. 15 perahu ketinting turut dalam lomba itu. 

Pulau Sebatik, kata Bang Buaya, merupakan satu pijakan penting saat Operasi Dwikora digelar berpuluh tahun lalu. "Kapal-kapal perang TNI AL hadir di sini, banyak sekali personel TNI AL yang ditempatkan di sini. Malah didirikan tugu pahlawan Korps Marinir TNI AL di sini," kata dia. 

Banyak hal unik di pulau itu, salah satunya kenyataan "gaya hidup" di sana, karena pulau ini dimiliki Indonesia dan Malaysia. Cukup banyak rumah di sana yang halaman depan rumahnya ada di wilayah Indonesia dan halaman belakangnya ada di Negara Bagian Sabah, Malaysia Timur; atau sebaliknya.

"Sebetulnya kami di Pulau Sebatik ini tinggal dipoles saja. Perayaan kemerdekaan seperti ini menambah semangat nasionalisme. Kami menunggu lama untuk ditetapkan menjadi pusat kota, menjadi beranda depan negara kita ini. Terima kasih TNI AL," kata Bang Buaya. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013