Jakarta (ANTARA News) - Wakil Direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Hanif Suranto menyatakan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran oleh lembaga swasta berpotensi dimanfaatkan untuk menggiring opini publik.

"Konsentrasi kepemilikan (lembaga penyiaran), penunggangan opini publik dapat terjadi," kata Hanif, saat menjadi salah satu pihak terkait dalam pengujian Undang-undang (UU) nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.

Hanif juga mengatakan dampak pemusatan kepemilikan itu akan lebih berbahaya lagi jika pemiliknya terafiliasi dengan partai politik tertentu.

"Pemilik akan mempengaruhi pemberitaan terkait event-event pemilu," katanya.

Hanif mengungkapkan bahwa hal ini terungkap saat dalam pembahasan lima UU paket pemilu, dimana beberapa politisi justru akan khawatir jika tidak punya hubungan dengan media.

Wakil Direktur LSPP ini menilai pemilik media kerap memanfaatkan lembaga penyiaran untuk kepentingan politiknya.

Untuk itu, lanjutnya, penyiaran memang perlu diatur secara ketat sesuai dengan karakteristiknya, menayangkan pengetahuan untuk masyarakat.

Dia mengungkapkan bahwa media sudah berkembang sejak 1980-an, namun sangat disayangkan bila kecenderungan lembaga penyiaran hanya dimiliki oleh segelintir pihak.

"Yang terjadi sekarang mengalami konsentrasi kepemilikan. Grup besar mengkonsolidasi media lain yang sulit secara ekonomi," katanya.

Hanif juga mengungkapkan bahwa dirinya mendapat informasi dari salah satu direksi grup media besar mengaku grupnya memiliki 40 bisnis media.

"Betapa kepemilikan itu (lembaga penyiaran) sangat terkonsentrasi," katanya.

Dia mengatakan bahwa dampak negatif dari konsentrasi kepemilikan ini bisa dirasakan oleh karyawannya, yakni reporter salah satu media yang tergabung dalam satu grup harus mengisi seluruh konten untuk seluruh media yang dimiliki grup perusahaan tempatnya bekerja.

Dampak negatif lainnya adalah minimnya konten yang ditawarkan ke masyarakat, sehingga tidak banyak pilihan.

"Contoh konsentrasi kepemilikan ini bisa memaksa siaran radio lokal tidak ada bedanya dengan Jakarta. Anak Makassar diajak berdialek serupa dengan orang Jakarta. Kemacetan di Sudirman (Jakarta) sebenarnya tak akan menarik didengarkan masyarakat di Lombok," ujar Hanif.

Dia berpendapat bahwa keberagaman isi siaran sudah pasti harus didasarkan pada keberagaman kepemilikan lembaga penyiaran.

"Itulah suatu dampak keberagaman dalam hal kepemilikan, diversity of owonership akan mempengaruhi diversity of content," jelas Hanif.
(T.J008/E001)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012