Jakarta, 3/2 (ANTARA) - Kementerian BUMN bersama Depkeu akan bertemu dengan kreditor serta sejumlah duta besar negara-negara yang tergabung dalam European Credit Agency (ECA) terkait restrukturisasi utang PT Garuda Indonesia. "Pertemuan akan dilakukan pada pekan kedua Februari 2006," kata Meneg BUMN Sugiharto, di Jakarta, Jumat. Menurut Sugiharto, dalam pertemuan itu dirinya akan memberikan penjelasan kepada kreditor tentang kondisi terakhir Garuda. "Ini merupakan perhatian pemerintah sebagai pemegang saham Garuda. Jadi tidak betul kalau pemerintah dianggap kurang perhatian. Buktinya masalah Garuda telah menjadi pembahasan di sejumlah Komisi di DPR," ujar Sugiharto. Diketahui, dari total utang Garuda yang mencapai 800 juta dolar AS, sebanyak 510 juta dolar AS merupakan utang kepada ECA dan utang dalam bentuk utang jangka menengah (MTN) senilai 130 juta dolar AS, selebihnya utang kepada Bank Mandiri dan PT Angkasa Pura I - II. Sebanyak 55 juta dolar AS dari MTN tersebut, jatuh tempo pada akhir 2005, dimana Garuda tidak sanggup membayar. Sugiharto menjelaskan, posisi Kementerian BUMN sebagai pemegang saham, jelas ingin membuka transformasi bisnis dan manajemen di Garuda agar bisa menghadapi tantangan terhadap global dynamic di sektor transportasi udara. Sementara itu, Dirut PT Danareksa (Persero) Lin Che Wei, sebagai penasehat restrukturisasi utang Garuda, mengatakan, dalam pertemuan dengan para kreditor pihaknya akan menawarkan sejumlah opsi menyelamatkan perusahaan. "Opsi itu tentu juga harus menjadi pertimbangan pemegang saham," kata Che Wei tanpa merinci opsi yang dimaksud. Sebelumnya, Dirut Garuda Emirsyah Satar mengakui, sejauh ini telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan para kreditor namun belum ada keputusan. "Berapa besar utang yang diajukan untuk direstrukturisasi dan berapa lama waktunya belum bisa diungkapkan, karena masih harus ada saran dari kreditur termasuk masukan dari penasehat keuangan Garuda yaitu PT Danareksa dan Roschild," ujarnya. Ia menjelaskan, selama ini pembayaran bunga kepada kreditor terutama MTN tidak menjadi masalah, namun yang menjadi kesulitan perusahaan adalah utang pokok kepada ECA. Menurut Sugiharto, permintaan restrukturisasi utang sudah merupakan hal yang biasa terutama jika terjadi tekanan dari faktor global atau luar perusahaan. "Oleh karena itu, Garuda harus membuka diri termasuk dengan melakukan aliansi strategis dengan perusahaan penerbangan terkemuka global," ujar Sugiharto. Dikatakannya, itu merupakan bagian dari proses tetapi soal negosiasi mengenai restrukturisasi utang tidak ada yang berjalan mudah, tapi intinya Garuda saat ini tetap beroperasi normal. Ia mengakui, dalam dunia aliansi strategis tidak jarang adanya keinginan beberapa pihak untuk melakukan cross ownership atau alih kepemilikan. "Tapi, sebagai pemegang saham kita berkomitmen mempertahankan Garuda sebagai BUMN, karena itu tidak ada niat mengurangi saham pemerintah kurang dari 51 persen," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006