"Jangan dulu euforia booster mengingat masih belum terpenuhinya angka dosis vaksin kedua alias dosis lengkap,"
Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd menyarankan sebaiknya vaksin ketiga atau disebut booster diberikan jika vaksinasi lengkap mencapai 70 persen.

"Jangan dulu euforia booster mengingat masih belum terpenuhinya angka dosis vaksin kedua alias dosis lengkap," terang dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa.

Berdasarkan data dari Kemenkes per 17 Januari 2022 pukul 18.00 WIB, total vaksinasi yang sudah mencapai dosis kedua 120.141.288 jiwa. Artinya sudah mencapai 57,69 persen dari jumlah target sasaran vaksinasi sampai tahap akhir 208.265.720 jiwa.

Angka tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat hampir setengah target yang belum mendapatkan vaksin dosis kedua. Padahal virus masih terus bermutasi.

Sedangkan menurut hasil studi yang dirilis Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit bahwa tingkat imunitas yang terbentuk dari vaksin yang sudah melebihi jangka waktu 6 bulan dapat mengalami penurunan secara signifikan.

Makanya dibutuhkan pemberian dosis lanjutan atau booster untuk meningkatkan proteksi terutama pada kelompok rentan seperti lansia.
Baca juga: Menkes sebut booster heterolog setengah dosis demi keamanan
Baca juga: Presiden minta masyarakat lakukan vaksinasi "booster" COVID-19
Dijelaskan Syamsul, target utama vaksinasi mendorong tercapainya kekebalan kelompok. Berdasarkan perhitungan, herd immunity minimum yang harus dicapai adalah (1-Re/Ro) x jumlah populasi, yaitu (1-1/3) x 260 juta = 2/3 x 260 juta = 173 juta atau sekitar 70 persen.

"Dengan kondisi sekarang vaksinasi lengkap masih sekitar 57,69 persen maka perlu didorong percepatannya untuk mencapai 70 persen," jelas Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.

Syamsul menyebut vaksinasi lengkap kini berpacu dengan waktu agar efektivitas vaksin tetap terjaga untuk membentuk kekebalan kelompok.

Sebab jika jumlah cakupan tercapai tetapi waktu efektivitas vaksin sudah terlewati tentunya kekebalan kelompok yang dibentuk juga tidak maksimal.

Jadi, tambah dia, jumlah orang yang divaksinasi dan waktu yang diperlukan sangat menentukan keberhasilan menciptakan kekebalan kelompok di tengah menghadapi penularan varian omicron dengan reinfeksi varian ini 3-5 kali lebih tinggi dibandingkan varian Delta.
Baca juga: Reisa tegaskan vaksin booster tak akan buat masyarakat overdosis

Pewarta: Firman
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022